• Info MPR

HNW: Hukum Berat Pendeta Saifuddin Ibrahim

Akhyar Zein | Selasa, 15/03/2022 22:05 WIB
HNW: Hukum Berat Pendeta Saifuddin Ibrahim Wakil Ketua MPRdan Anggota Komisi VIII DPR-RI Hidayat Nur Wahid (foto: Humas MPR)

JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, MA menyesalkan berlanjutnya narasi intoleran dan tidak menjaga harmoni.

Penyesalan, itu disampaikan Hidayat terkait komentar penceramah agama yaitu Saifuddin Ibrahim, yang keluar dari agama Islam dan belakangan disebut-sebut berprofesi sebagai pendeta.

Beberapa waktu lalu, Saifuddin melakukan penistaan agama Islam dengan terbuka meminta agar 300 ayat Al Quran dihapus atau direvisi karena dia pahami sebagai mengajarkan kekerasan dan terorisme, dan bahwa Pesantren adalah sumber terorisme.

Ketika BNPT meningkatkan kesadaran Publik soal bahaya radikalisme dengan melaunching kriteria radikalisme, dan Kemenag menjadikan  2022 sebagai tahun moderasi, kata Hidayat,  sewajarnya bila dilakukan tindakan hukum yang tegas dan keras terhadap penceramah agama itu.

Apalagi,  jelas sekali ceramahnya radikal dan tidak moderat. Menyebarkan permusuhan dan hate speech, intoleran dan membelah harmoni antara Umat beragama. Bahkan terhadap Umat Islam yang merupakan mayoritas mutlak warga Indonesia.

“Tindakan Saifuddin tersebut jelas tidak mencerminkan semangat moderasi dan harmoni serta toleransi di kalangan umat beragama di Indonesia, dan akan potensial menimbulkan kegaduhan dan kemarahan umat Islam. Oleh karenanya,  sepantasnya bila penegak hukum segera bertindak cepat menangani radikalisme dan  delik penistaan agama Islam yang dilakukan oleh penceramah ini,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, (15/3/2022).

Pernyataan Saifuddin  yang menyatakan bahwa 300 ayat Al Quran mengajarkan kekerasan atau terorisme, dan juga fitnahnya terhadap Pesantren sebagai sumber terorisme, jelas-jelas tidak benar.

Pernyataan itu adalah fitnah, tendensius dan meresahkan umat Islam.  Ajaran-ajaran Islam, kata Hidayat memang ada yang bersikat lembut dan juga tegas, terutama terhadap kebatilan.

Hukuman yang tegas menurut HNW perlu diberikan kepada Saifuddin yang ternyata juga merupakan residivis penista agama. Sebelumnya, Saifuddin pada 2018 lalu telah divonis 4 tahun penjara karena kasus penistaan Agama Islam.

“Lalu, setelah keluar penjara, Saifuddin tidak bertaubat, ia mengulangi lagi kejahatan yang dilakukan malah secara lebih parah. Jadi, sangat layak dalam rangka keadilan hukum dan pemberantasan radikalisme apabila aparat penegak hukum  menjatuhkan hukuman yang lebih berat, kepada pihak yang mengulangi kejahatannya, seperti Saifuddin itu,” tukasnya.

HNW  juga meminta agar masyarakat, terutama umat Islam di Indonesia,  tidak terprovokasi menghadapi hal tersebut. Tetapi pihak penegak hukum yang dipercaya bisa menyelesaikan masalah ini  agar betul-betul menegakkan hukum yang tegas dan keras. Supaya  masalah ini tidak menjadi trend yang bisa menumbuh suburkan radikalisme dan merusak harmoni antara umat beragama.

Meskipun demikian, HNW juga mengingatkan Kemenag dan BNPT untuk berkolaborasi mengatasi masalah penceramah agama ini. Karena Saifuddin sesudah meninggalkan Agama Islam, mengaku jadi pendeta dan melakukan ceramah Agama yang bermasalah seperti diatas.

“Apabila Kemenag membuat program “sertifikasi” Ulama dan penceramah Agama, hendaknya juga secara adil diberlakukan untuk seluruh Agama yang diakui di Indonesia. Demikian juga ketika Menag mencanangkan tahun 2022 sebagai tahun moderasi beragama, maka yang dilakukan oleh Penceramah Saifuddin itu jelas tidak masuk kategori moderasi, justru bisa masuk kategori radikalisme dan intoleran," jelasnya.

"Juga kepada BNPT, agar  kriteria penceramah radikal yang disebutkan oleh BNPT, penting untuk segera direvisi. Karena 5 kriteria yang membikin gaduh dan ditolak oleh MUI serta Muhammadiyah,  dinilai tidak adil dan hanya menyasar penceramah muslim. Padahal banyak kasus, termasuk kasus Saifuddin ini menjadi contoh nyata bahwa penceramah dari agama apapun juga bisa berlaku radikal, menyebarkan permusuhan, intoleran, dan membuat disharmoni. Bila memang  ingin mengamalkan Pancasila dan membasmi radikalisme dan terorisme,  maka hal terakhir ini  harusnya menjadi perhatian serius oleh BNPT juga,” pungkasnya.

FOLLOW US