Boyolali – Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengungkapkan bahwa penyaluran dana desa pada 2022 sudah mencapai Rp32,1 triliun atau lebih besar 20 persen dibanding tahun lalu.
Abdul Halim Iskandar yang akrab disapa Gus Halim mengungkapkan bahwa penyerapan Dana Desa per 4 Juli 2022 dari pagu APBN senilai Rp68 triliun yang sudah tersalur ke kas desa mencapai Rp32,1 triliun (47,77 persen).
“Angka Ini lebih tinggi 20 persen dari tahun 2021. Di mana 20 per 1 Juli 2021 itu baru Rp26,7 triliun,” ujarnya saat konferensi pers di kantor Desa Kebonan, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Senin (4/7/2022).
Hingga saat ini, dana desa sudah dicairkan ke 72.155 desa atau setara 96 persen dari jumlah desa di seluruh Indonesia yang mencapai 74.961 desa. Sehingga jika dibanding tahun sebelumnya, maka tahun ini pencairannya meningkat 4 persen. Berdasarkan data, pada 1 Juli 2021, baru 68.101 desa yang sudah menerima dana desa.
Gus Halim mengungkapkan bahwa dana desa 2022 digunakan untuk BLT dana desa Rp8,6 triliun yang sudah disalurkan kepada 6.382.618 keluarga penerima manfaat (KPM). Selain itu, dana desa 2022 juga sudah digunakan untuk Padat Karya Tunai Desa (PKTD) sebesar Rp994 miliar. Program PKTD ini berhasil menyerap tenaga kerja sebanyak 560.497 warga desa.
Sedangkan dana desa yang digunakan untuk Desa Aman Covid-19 sebesar Rp2,7 triliun, ketahanan pangan sebesar Rp5,4 triliun dan kegiatan prioritas desa lainnya mencapai Rp12,9 triliun. “Nah, ini ada satu hal yang menarik dan selalu menjadi perhatian kita semua yakni feminisasi BLT dana desa,” ungkapnya.
Mendes PDTT menjelaskan bahwa selama ini dipahami bahwa kemiskinan struktural menimpa lebih buruk pada Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA). Sementara PEKKA lebih sulit mendapatkan bantuan dan akses pemberdayaan.
Oleh karena itu, BLT dana desa kini memberikan porsi sangat tinggi agar PEKKA mendapatkan bantuan sosial. Proporsi PEKKA tidak pernah kurang dari 30 persen KPM. Bahkan rata-rata proporsi PEKKA penerima BLT dana desa di lima provinsi melebihi 50 persen.
“Di samping itu, Padat Karya Tunai Desa (PKTD) juga secara khusus harus memberdayakan PEKKA. Jadi ada dua sisi. Di mana satu sisi melalui BLT, satu sisi melalui PKTD,” ungkapnya.
Gus Halim menambahkan, ketika total penerima BLT dana desa turun, maka jumlah PEKKA secara absolut menurun lebih kecil ketimbang Kepala Keluarga Laki-laki. Demikian juga saat total penerima BLT dana desa naik, jumlah PEKKA secara absolut meningkat lebih banyak ketimbang Kepala Keluarga Laki-laki.
“Ini artinya, PEKKA aman mendapat BLT dana desa. Akses yang selama ini kurang bagi PEKKA alhamdulillah dengan kebijakan BLT ini PEKKA mendapatkan porsi yang cukup bagus,” ujarnya.
Feminisasi BLT Dana desa juga untuk membantu menaikkan proporsi PEKKA dalam penyaluran BLT Dana Desa yang semakin meningkat dari 2,41 juta di 2022 menjadi 2,85 juta di 2022.
Persentase jumlah PEKKA di atas 50 persen dalam BLT dana desa berada di Banten, Sumbar, Jatim, NTB, Jabar. Sementara persentase PEKKA di atas 30 persen pada 32 provinsi dari 33 provinsi atau setara 97 persen.
“Mungkin nanti akan kita dalam di lima provinsi ini, kenaikannya sampai di posisinya di atas 50 persen ini memang posisi yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya, nah kalau tidak, ada peningkatan yang signifikan justru menjadi telah menarik,” tandasnya.
“Kenapa di lima provinsi ini posisi PEKKA di atas 50 persen. Tentu dalam upaya untuk menambah pencarian solusi bagi akses-akses untuk PEKKA,” tambah Gus Halim.
Terkait dengan persentase KPM BLT dana desa menurut pekerjaan, Penerima BLT Dana Desa adalah keluarga yang membutuhkan, terutama golongan terbawah di desa. Menurutnya, penerima yang dominan ialah keluarga tani dan nelayan. Bahkan, golongan marjinal juga turut serta mendapat BLT Dana Desa.
Petani dan buruh tani mencapai 84 persen, nelayan dan buruh nelayan 4 persen, buruh pabrik 4 persen, guru dan guru agama 1 persen, pedagang dan UMKM 3 persen, serta golongan marjinal lain (pembantu rumah tangga, pemulung dll) 4 persen.