• Bisnis

Permintaan Meningkat, Harga Batu Bara Naik

Akhyar Zein | Selasa, 08/02/2022 14:02 WIB
Permintaan Meningkat, Harga Batu Bara Naik Ilustrasi. Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatra Selatan, Kamis (3/1/2019). (foto: ANTARA)

JAKARTA - Dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya senilai 158,50 dolar AS per ton. Harga batu bara acuan atau HBA menyentuh angka 188,38 dolar AS per ton di Februari 2022 atau mengalami lonjakan sebesar 29,88 dolar AS.

Agung Pribadi, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM di Jakarta mengatakan kenaikan tersebut salah satunya dipicu akibat peningkatan permintaan global atas kebutuhan batu bara.

"Faktor lain yang mempengaruhi kenaikan HBA adalah adanya kendala pasokan gas alam di Eropa. Sebagian besar negara-negara Eropa beralih ke batu bara demi memenuhi pembangkit listrik," kata Agung dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Agung menyampaikan bahwa dorongan angka HBA turut dipengaruhi keputusan pemerintah Indonesia yang sempat menjalankan kebijakan larangan ekspor batu bara selama 1-31 Januari 2022 untuk mengatasi kekurangan pasokan batu bara pembangkit listrik di dalam negeri.

HBA merupakan harga yang diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt`s 5900 pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6322 kilokalori per kilogram GAR, total kelembaban 8 persen, total sulfur 0,8 persen, dan abu 15 persen.

Nantinya, harga ini akan digunakan secara langsung dalam jual beli komoditas batu bara selama satu bulan pada titik serah penjualan secara free on board di atas kapal pengangkut.

Terdapat dua faktor turunan yang mempengaruhi pergerakan HBA yaitu, penawaran dan permintaan. Pada faktor turunan penawaran dipengaruhi oleh cuaca, teknis tambang, kebijakan negara pemasok hingga teknis di rantai pasok, seperti kereta, tongkang, maupun terminal pemuatan.

Sementara untuk faktor turunan permintaan dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turun berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti gas alam cair, nuklir, dan air.

FOLLOW US