• News

Perludem Temukan Tujuh Persoalan Pilkada Serentak 2020

Yahya Sukamdani | Senin, 23/11/2020 19:53 WIB
Perludem Temukan Tujuh Persoalan Pilkada Serentak 2020 Diskusi 4 Pilar tentang Penerapan Protokol Kesehatan Covid-19 di Pilkada 2020 demi Selamatkan Demokrasi yang digelar MPR RI bersama Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) di Jakarta, Senin (23/11/2020).

Katakini.com - Perkumpulan untuk Pemilu dan Dekokrasi (Perludem) mengungkap sedikitnya ada tujuh persoalan yang masih mewarnai pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 pada 9 Desember mendatang.

Hal itu disampaikan oleh Peneliti Perludem Nur Amalia (Amel) dalam Diskusi 4 Pilar tentang "Penerapan Protokol Kesehatan Covid-19 di Pilkada 2020 demi Selamatkan Demokrasi" yang digelar MPR/">MPR RI bersama Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) di Jakarta, Senin (23/11/2020).

"Ada beberapa kekhawatiran yang ditemukan oleh Perludem selama pelaksanaan tahapan Pilkada 2020," kata Amel.

Menurut Amel, sesuai data hasil pengawasan Bawaslu, pelanggaran klasik dalam Pilkada 2020 ini mengalami tren peningkatan. Diantaranya politik uang yang lebih permisif dibandingkan dengan pilkada-pilkada sebelumnya.

"Mungkin karena dampak pandemi juga yang membuat ekonomi masyarakat serba sulit," kata Amel.

Kemudian persoalan netralitas ASN yang selama masa kampenye ini Perludem mencatat lebih dari 800 pelanggaran netralitas ASN.

Persoalan ketiga yang ditemukan Perludem adalan munculnya praktik intimidasi. Terutama di daerah-daerah yang hanya memiliki calon tunggal. Intimidasi biasanya terjadi kepada kelompok-kelompok pendukung kotak kosong.

"Perludem juga sejak awal memprediksi pelanggaran protokol kesehatan semakin meningkat dalam setiap kampanye tatap muka," katanya.

Begitu juga pelanggaran kampanye via media sosial yang banyak disinformasi, hoaks, ujaran kebencian, dan fitnah Termasuk memasang iklan di media sosial, meskipun belum waktunya.

"Bahkan ada calon kepala daerah yang telah menghabiskan biaya iklan di media sosial Rp600 juta hingga Rp1 miliar," tuturnya.

Persoalan keempat, lanjut Amel, masih terjadi berbagai kendala dalam teknis pemilihan, terutama logistik pilkada seperti kekurangan surat C1 hologram.

Rekrutmen dan penguatan kapasitas petugas KPPS menjadi persoalan berikutnya yang ditemukan Perludem. Termasuk banyak petugas KPPS yang menolak melakukan rapid test dan swab. Padahal petugas KPPS berinteraksi langsung dengan pemilih.

"Ini berbahaya karena berpotensi menimbulkan cluster baru Covid-19," kata Amel.

Persoalan keenam, lanjut Amel, akses informasi bagi pemilih muda masih sangat kurang. Hal itu dibuktikan dengan hasil survei
43% dari 3000 responden pemilih musa tidak tahu calon kepala daerahnya. Kemudian sekitar
63% tidak tahu rekam jejak calon kepala daerah.

Dan persoalan ketujuh, masih banyak muncul keraguan di masyarakat untuk mendatangi tempat pemungutan suara untuk memilih.

"52% dari 4000 responden menanggapi Pilkada 2020 biasa saja dan 14% tidak antusias. Sekitar 42% dari mereka takut terkena risiko Covid-19," tutup Amel.

FOLLOW US