JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin menyebutkan, penggunaan sound horeg yang marak ditemukan di sejumlah daerah membutuhkan pengaturan, bukan pelarangan.
Dia menilai, pengaturan sound horeg peelu memerhatikan beragam aspek, mulai dari yuridis, sosiologis, bahkan filosofis.
"Penggunaan sound horeg perlu pengaturan, bukan pelarangan. Banyak aspek yang harus menjadi pertimbangan," kata Khozin dalam keterangannya, dikutip dari ANTARA, Sabtu (26/7/2025).
Bentuk pengaturan sound horeg, lanjut dia, dapat berupa peraturan ataupun panduan yang diterbitkan oleh pemerintah, khususnya tingkat daerah seperti gubernur, bupati, dan walikota.
"Bisa saja peraturan kepala daerah, surat edaran atau perubahan terhadap peraturan daerah (perda) yang selama ini eksis, seperti Perda Penyelenggaraan Ketertiban yang hampir semua pemda memilikinya," ujar dia.
Dia menyebut pengaturan tersebut dimaksudkan untuk memotret fenomena sound horeg yang berdampak pada aspek ekonomi, khususnya pada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta hiburan.
"Namun sound horeg juga menimbulkan persoalan di tengah masyarakat. Pada poin inilah relevansi pengaturannya," kata dia.
Khozin menuturkan isi pengaturan sound horeg dapat mencakup radius penyelenggaraan kegiatan dari permukiman warga, misalnya di tempat pertunjukan khusus atau di tempat terbuka, prosedur perizinan, besaran desibel yang dapat diputar dengan pertimbangan kesehatan telinga, serta kegiatan yang tidak terdapat unsur pornografi atau pornoaksi.
"Pemda harus arif dalam merespons aspirasi yang muncul, termasuk dari fatwa MUI ini dengan meminimalisasi mafsadat (akibat buruk) dan mengoptimalkan manfaat," ujar Khozin.
Khozin menyebut fatwa MUI Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2025 dapat menjadi rujukan bagi pemerintah daerah dalam merumuskan pengaturan mengenai penggunaan sound horeg.
"Fatwa MUI dapat menjadi pedoman dalam merumuskan pengaturan penggunaan sound horeg karena fatwa ditinjau dari pelbagai perspektif bahkan melibatkan kedokteran spesialis THT. Jadi, tidak perlu diperdebatkan fatwa MUI," kata dia.