Jakarta, Katakini.com - Setiap kali kabar duka datang, kalimat `Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un` kerap terucap secara spontan dari lisan seorang Muslim.
Namun, bagaimana jika kabar duka tersebut datang dari keluarga atau teman non-Muslim? Apakah ucapan itu masih tepat disampaikan?
Pertanyaan semacam ini bukan hal baru, terutama dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, di mana hubungan antaragama terjalin erat dalam keseharian.
Meski terlihat sederhana, ucapan tersebut membawa makna teologis yang mendalam dan tentu perlu ditempatkan dalam konteks yang tepat.
Kalimat istirja’ berasal dari Surah Al-Baqarah ayat 156. Artinya, `Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami kembali.`
Makna ini bukan hanya berlaku bagi umat Islam, tapi juga mencerminkan sebuah pengakuan universal tentang kefanaan hidup dan kembalinya semua makhluk kepada Sang Pencipta. Karena itu, kalimat ini tidak serta-merta eksklusif untuk kematian sesama Muslim.
Menurut sejumlah ulama, termasuk Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid, mengucapkan istirja’ saat mendengar kematian seseorang yang non-Muslim dibolehkan selama tidak dimaksudkan sebagai doa untuk orang yang wafat.
Kalimat ini dapat menjadi bentuk refleksi pribadi, pengingat akan kematian, dan kesadaran bahwa hidup di dunia bersifat sementara.
Namun, penting dipahami bahwa jika kalimat tersebut dilafalkan dengan niat mendoakan ampunan atau rahmat bagi orang yang meninggal dalam keadaan tidak beriman, maka itu tidak diperbolehkan. Islam, sebagaimana dijelaskan dalam Surah At-Taubah ayat 113, menegaskan bahwa doa ampunan tidak ditujukan kepada mereka yang meninggal dalam kondisi musyrik.
Di sinilah peran niat menjadi sangat penting. Dalam Islam, niat bukan hanya sekadar pelengkap, tetapi penentu hukum. Kalimat yang sama bisa menjadi bentuk dzikir yang dianjurkan, atau sebaliknya menjadi perbuatan yang bertentangan dengan ajaran tauhid, tergantung pada maksud pengucapnya.
Dalam kehidupan sosial, wajar jika seseorang ingin menunjukkan empati saat tetangga atau sahabat non-Muslim mengalami musibah. Islam pun tidak melarang umatnya untuk berempati dan bersikap baik kepada siapa pun. Maka, ungkapan simpati seperti “Semoga keluarga diberi kekuatan” atau `Turut berduka cita` bisa menjadi alternatif yang bijak tanpa mengaburkan batas-batas akidah.
Dengan demikian, mengucapkan `Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un` saat mendengar kabar wafatnya non-Muslim diperbolehkan jika maksudnya adalah perenungan terhadap musibah itu sendiri. Tapi tetap perlu menjaga niat, agar tidak berubah menjadi doa yang bertentangan dengan ajaran Islam.
KEYWORD :