• News

PARABOI Ajak DPR Tinjau Ulang Pembahasan RUU Omnibus Law Kesehatan

Asrul | Kamis, 27/04/2023 20:51 WIB
PARABOI Ajak DPR Tinjau Ulang Pembahasan RUU Omnibus Law Kesehatan Ketua Umum PP PERABOI dr. Walta Gautama, SpB.Subsp.Onk.(K), Dalam pernyataan sikap organisasi di Jakarta, pada Kamis (27/4)

Jakarta - Dalam menyikapi polemik yang terjadi saat ini tentang Rancangan Undang-Undang Kesehatan Omnibus Law, Pengurus Pusat Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PP PERABOI) mengajak DPR RI meninjau ulang beberapa poin penting dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan.

PP PERABOI menyatakan tidak menolak perubahan yang bertujuan untuk peningkatan pelayanan kesehatan.

Namun, dalam RUU Kesehatan tersebut ada beberapa hal yang PP PERABOI nilai akan berisiko secara langsung dan tidak langsung terhadap pelayanan dokter kepada pasien. Diantaranya adalah tentang percepatan pemenuhan Dokter subspesialis melalui program pendidikan berbasis rumah sakit.

PP PERABOI memahami bahwa dengan diangkatnya kanker sebagai layanan prioritas, maka dibutuhkan percepatan pemenuhan dokter spesialis dan subspesialis yang menangani kanker. Jumlah pasien kanker padat yang naik setiap tahun masih belum sebanding dengan jumlah dokter ahli Bedah Onkologi yang kurang dari 300 orang di seluruh Indonesia.

“Tetapi, rencana pendidikan dokter spesialis dan subspesialis berbasis rumah sakit ini berpotensi merugikan masyarakat bila dilakukan dengan tergesa-gesa tanpa kajian yang mendalam dan perencanaan yang matang,” kata Ketua Umum PP PERABOI dr. Walta Gautama, SpB.Subsp.Onk.(K), Dalam pernyataan sikap organisasi di Jakarta, pada Kamis (27/4)

Beban rumah sakit yang besar adalah pada pelayanan dan keselamatan pasien. Beban tambahan untuk mendidik dokter spesialis dan subspesialis berpotensi menurunkan kualitas pelayanan, menurunkan kualitas dokter yang dihasilkan, serta berpotensi merugikan masyarakat.

“Mendidik dokter spesialis dan subspesialis tidaklah seperti  memproduksi barang. Tidak cukup dengan memperbanyak fasilitas pendidikan, tapi juga harus ditunjang dengan kurikulum yang matang dan kualitas tenaga pendidik yang baik,” ujar Walta.

Hal lain yang dipandang PP PERABOI menimbulkan keresahan di kalangan tenaga kesehatan adalah belum adanya kepastian hukum bagi dokter dalam menjalankan profesinya.

Dalam beberapa pasal memang dinyatakan bahwa pemerintah memberikan perlindungan hukum, tetapi masih ada peluang para dokter dalam menjalankan profesinya akan mengalami kondisi penuntutan berlapis yang tertuang dalam DIM RUU Omnibus Law Kesehatan, yang dinilai PP PERABOI akan berpotensi berkembangnya praktik defensive medicine, yang pada akhirnya juga akan merugikan pasien.

Penyelenggaraan praktik kedokteran selalu mendasarkan pada empat kaidah dasar moral yaitu menghormati martabat manusia (respect for person), berbuat baik (beneficience), tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence), dan keadilan (justice).

Di sisi lain, Walta juga menyampaikan bahwa pelayanan kasus kanker padat yang melibatkan pembedahan berisiko menimbulkan disfigurasi atau kecacatan. Tanpa adanya kepastian perlindungan hukum, ada potensi dokter dituntut pasien yang merasa tidak puas dengan hasil pembedahan.

“Kemungkinan adanya tuntutan berlapis mulai dari permintaan ganti rugi, tuntutan pidana dan perdata seperti yang diakomodir dalam pasal 283 RUU Omnibus Law Kesehatan akan menimbulkan praktik defensive medicine. PP PERABOI menilai hal ini akan menurunkan kualitas pelayanan kanker dan akhirnya malah merugikan pasien kanker,” pungkas Walta.

Sebagai penutup, PERABOI sebagai organisasi profesi yang mewadahi dokter spesialis bedah yang melayani pasien kanker berharap DPR memberikan perhatian khusus dalam pengkajian pasal 243 dan 283 RUU Omnibus Law Kesehatan.

PERABOI berharap RUU Kesehatan ini dapat disempurnakan dan menjadi dasar hukum untuk penguatan sistem kesehatan secara integratif dan holistik.

FOLLOW US