• Bisnis

Agar Kisruh Dana Rp349 Triliun Setop, Ekonom INDEF Sarankan DPR Bentuk Pansus

Yahya Sukamdani | Kamis, 30/03/2023 09:48 WIB
Agar Kisruh Dana Rp349 Triliun Setop, Ekonom INDEF Sarankan DPR Bentuk Pansus Rektor Universitas Paramadina, Guru Besar dan Ekonom INDEF Prof. Dr. Didik J. Rachbini, M.Sc., Ph.D.,. Foto: twitter

JAKARTA - Kisruh dana pajak Rp349 triliun terus bergulir semakin meluas dan dalam. Jika kisruh ini terus dibiarkan, diyakini bakal meluluhlantakan kelembagaan negara akibat tidak ada saling kepercayaan antarmereka. Modal sosial pemerintah pun akan makin tergerus negatif akibat ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah yang semakin dalam.

Demikian diungkap Guru Besar dan Ekonom INDEF Prof. Didik J, Rachbini menyikapi kisruh dana pajak sebesar Rp349 Triliun yang hingga kini terus bergulir melalui pernyataan publiknya yang diterima jurnas.com di Jakarta, Kamis (30/3/2023).

Prof. Didik mengatakan, Presiden Jokowi mendapat manfaat atau benefit politik dari kontroversi dan pertentangan empat sudut yang sangat keras dari para pembantunya di kabinet.

“Tetapi biaya sosial politik, hukum dan kelembagaannya sangat mahal bagi bangsa, terutama ketika presiden diam serta terkesan justru menikmati,” kata Rektor Universitas Paramadina Jakarta ini.

Prof. Didik mengatakan, pertentangan secara terbuka dan dalam kebingungan purna terjadi empat sudut, yakni antara PPATK, Menko Polkam, Kementerian Keuangan, dan DPR merusak diri sendiri, menciderai tatanan kelembagaan, dan mengacaukan suasana psikologis masyarakat yang semakin buruk. 

Menurutnya, kisruh ini pertarungan terbuka  diantara "anak-anak presden" sendiri sambil disaksikan oleh jutaan mata rakyat secara meluas.  Akibatnya isu-isu demokrasi yang mundur masuk jurang (backsliding), isu politik miring tiga periode dan pertambahan masa jabatan presiden dengan menunda pemilu, serta berbagai isu miring lainnya menjadi hilang sirna dari pandangan dan pengamatan publik.

“Jika kisruh, pertentangan yang mendalam ini dibiarkan, maka kelembagaan negara akan rusak luluh lantak karena kepercayaan publik akan semakin menurun.  Konflik semakin panas dan saling tidak percaya antarlembaga-lembaga presiden akan semakin merusak tatanan lembaga-lembaga tersebut.  Modal sosial pemerintahan semakin tergerus negatif dan akan diturunkan sebagai modal sosial yang lemah pada masa berikutnya,” ujarnya.

Prof. Didik melihat, Presiden Jokowi seperti membiarkan masalah ini terus berkembang menjadi isu-isu buruk dan semakin tidak terkendali.  Hingga masyarakat juga semakin bingung, termasuk silang pendapat di rapat dengar pendapat DPR. 

Sejatinya, kata Prof. Didik, DPR memiliki peluang mengendalikan masalah ini dengan mekanisme dan intrumen aturan legal yang baik, salah satunya dengan instrumen Panitia Khusus (Pansus) gabungan antara Komisi 3 dan Komisi 11 agar isu ini tidak menjadi bola liar.

“Dengan pembentukan pansus, maka DPR bisa mendinginkan lebih dahulu isu ini dan jeda sebentar dengan mengambil momentum kesabaran pada bulan puasa. Pansus bisa dijalankan setelah tiga hingga empat minggu ke depan setelah lebaran, dimana hati yang sabar dan dingin akan menjadi modal menyelesaikan masalah bangsa yang rumit ini,” ujar Prof. Didik.

Menurutnya, pihak Pansus DPR juga perlu meminta BPK untuk melakukan audit investigatif terhadap dana Rp349 Trilun tersebut. Dengan audit investigatif BPK dengan mandat dari Pansus DPR dapat mengidentifikasi kemungkinan adanya tindakan penyelewengan atau kecurangan yang terjadi di dalam suatu entitas, terutama di dalamnya terkait dengan dana publik, APBN. 

Audit investigatif juga akan menghilangkan dugaan dan analisis liar yang terus menerus berkembang sangat simpang siur di media massa. Bahkan juga terjadi kebingungan di DPR sendiri karena pembahasan di Komisi 11 dan Komisi 3 juga dengan data yang sangat tidak memadai dan tidak lengkap.

“Audit  investigatif ini akan dapat  mengumpulkan secara cermat, legal, dan bertanggung jawab sehingga bisa dianalisis dengan terang.  Berbeda dengan rapat komisi yang hanya meraba-raba hal-hal terkait dengan dana liar tersebut.  Audit seperti ini akan bisa menjelaskan dengan data, siapa yang melakukan tindakan penyelewengan atau kecurangan, terutama terkait dana publik APBN,” jelas Prof. Didik.

“Jumlah Rp349 Triliun tersebut sudah jelas ada, tetapi masih simpang siur keterkaitannya dengan kementerian-kementerian.  BPK akan memeriksa dokumen dan data terkait langsung ribuan bukti transaksi, yang diserahkan PPATK selama ini.  Bahkan BPK dan Pansus bisa memanggil pihak-pihak yang terkait dana tersebut.  Publik menunggu hasil analisis dan kesimpulan dan pangumpulan data dari audit tersebut,” imbuhnya.

Selanjutnya, hasil audit investigatif dari BPK terhadap penyimpangan hukum dari dana Rp349 Triliun tersebut wajib disampaikan kepada Pansus, untuk ditindaklanjuti dan diumumkan kepada publik untuk hasil-hasil yang tidak bertentangan dengan asas kerahasiaan.  Sedangkan temuan-temuan penyimpangan hukum, sudah semestinya ditindaklanjuti secara hukum lepas dari Pansus DPR.

Prof. Didik optimistis, dengan cara demokrasi substansi seperti ini, maka masyarakat tidak akan kebingungan.   Hal seperti ini juga akan menjadi tradisi bagi DPR untuk menyelesaikan masalah-masalah hukum, anggaran publik, dan masalah pemerintah lainnya yang menjadi kontroversi besar di publik.

“Kementerian keuangan akan mendapat manfaat dari audit investigatif dan Pansus ini.  Hasil audit bisa menjadi modal dasar untuk melakukan reformasi kelembagaan di Kementerian Keuangan secara fundamental.  Dengan langkah-langkah Pansus DPR seperti ini diiringi oleh audit investigatif dari BPK, maka isu kontroversial yang membingungkan dapat diselesaikan secara lebih tertata, legal, dan terkendali,” tutup Prof. Didik.

FOLLOW US