• Kabar Pertanian

Kurangi Ketergantungan Pupuk Kimia, Kementan Terus Dorong Penggunaan Pupuk Alami

Agus Mughni Muttaqin | Kamis, 27/10/2022 11:03 WIB
Kurangi Ketergantungan Pupuk Kimia, Kementan Terus Dorong Penggunaan Pupuk Alami Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi mendampingi Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo di sela acara Training of Trainer (TOT) Solusi Pupuk Mahal bagi Widyaiswara, Dosen, Guru, dan Penyuluh Pertanian, Bogor, Rabu (26/10). (Foto: Kementan)

JAKARTA - Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Kementerian Pertanian (Kementan) terus berupaya meningkatan kesadaran petani untuk lebih masif menggunakan pupuk alami.

Hal itu disampaikan Kepala BPPSDMP, Dedi Nursyamsi kepada awak media setelah pembukaan Training of Trainer (TOT) Solusi Pupuk Mahal bagi Widayaiswara, Guru, Dosen, dan Penyuluh Pertanian di Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan (BBPKH) Cinagara, Bogor, Rabu (26/10).

"(ToT) ini adalah langkah pertama. Ke depan banyak sekali cara kita bagaimana meningkatkan kesadaran petani, baik melalui penyuluhan, pendidikan, maupun melalui pelatihan," tutur Dedi.

Dedi mengatakan, pupuk kimia yang mahal saat ini akibat pandemi covid-19, perubahan iklim, dan perang Rusia dan Ukraina harus diatasi dengan menggunakan pupuk alami, seperti pupuk organik, pupuk hayati, pembenah tanah.

"Sekarang pupuk kimia itu mahal. Padahal, pupuk kimia itu 15-75 persen meningkatkan produksi. Makanya, harus ada solusi. Nah, solusinya kita maksimalkan pemanfaatan pupuk dari alam, yaitu pupuk organik, pupuk hayati, pembenah tanah,"  kata Dedi.

Dikatakan Dedi bahwa ada kata kunci untuk mengatasi pupuk yang mahal. Pertama, melakukan pemupukan yang berimbang, yakni kombinasi antara pupuk kimia dan alami.

"Pemupukan berimbang itu adalah pemupuak yang seperlunya saja, jangan berlebih. Kalau berlebih itu mubazir, bahkan mencemari lingkungan. Jadi, lakukan kombinasi antara pupuk kimia dan pupuk alami," terangnya.

Kata kunci kedua, lanjut Dedi, adalah menggenjot pengunaan pupuk alami, yakni pupuk hayati, pupuk organik, dan pembenah tanah. Tujuannya, untuk meningkatkan ketersediaan tanah.

"Pupuk hayati, pupuk organik, dan pembenah tanah itu dapat meningkatkan ketersediaan tanah. Jadi, unsur hara yang ada di dalam tanah yang tadinya tidak dapat diserap tanaman dengan menggunakan pupuk hayati dan pupuk organik jadi bisa (diserap)," kata Dedi.

Sebagai informasi, Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo yang membukan TOT ini mengatakan akan melalukan berbagai cara untuk menjaga produktivitas pertanian dalam negeri tetap terjaga di tengah mahalnya harga pupuk.

"Indonesia adalah negara keempat terbesar dunia setelah China, Amerika Serikat (AS), dan India. Oleh karena itu, apapun harus dilakukan agar produktivitas Indonesia lebih baik dan tidak turun," tegas Syahrul.

Mentan Syahrul mengatakan, sudah saatnya mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia. Sebaliknya, memaksimalkan kearifan lokal (pupuk organik) yang ada di sekitar untuk mendongkrak produksi pertanian.

"Kalau mau produksi naik pakai pupuk, tapi kalau tidak ada pupuk, dunia selesai. Tidak. Kita bisa bikin pupuk sendiri. Ini karena kita ingin instan terus. Kita dijejali dengan pupuk yang bernilai komersial. Saatnya pakai kekuatan kita," tegas Mentan.

Mantan gubernur Sulawei Selatan itu mengatakan, sudah banyak teknologi yang dapat digunakan untuk membuat sendiri pupuk organik. Hanya saja belum dimaksimalkan dengan baik.

"Banyak contoh-contoh yang berhasil, katakanlah dengan kearifan lokal. Kearifan lokal sudah memperlihatkan hasilnya yang tidak kalah dengan pupuk kimia," imbuh pria yang biasa disapa SYL itu.

Kegiatan TOT ini dihadiri 7.680 peserta yang terdiri dari widyaiswara, dosen, guru dan penyuluh pertanian seluruh Indonesia. Namun demikian, realisasi registrasi peserta secara online mencapai 12.228 pendaftar atau 159,22 persen.

 

FOLLOW US