• Info MPR

HNW Apresiasi Gubernur Anies dan Polisi Menutup Holywings

Akhyar Zein | Selasa, 28/06/2022 21:15 WIB
HNW Apresiasi Gubernur Anies dan Polisi Menutup Holywings Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA (foto: Humas MPR)

JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA  mengapresiasi sikap Kepolisian dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang sigap menegakan hukum dan aturan yang berlaku, tidak diskriminatif, baik kasus terkait dengan masalah promosi minuman keras yang menodai agama maupun dalam hal yang terkait dengan pelanggaran aspek perizinan.

“Langkah Kepolisian yang segera menetapkan tersangka dalam kasus tersebut patut diapresiasi. Apalagi hal yang meresahkan masyarakat itu, selain kasusnya dilakukan terbuka, juga penolakan serta tuntutan penegakan hukumnya juga merupakan aspirasi dari banyak elemen bangsa, baik MUI, NU, Muhammadiyah, GP Anshor, PKS, bahkan juga warga Kristiani di Manado yang juga menolak Holywings, melalui penistaan simbol Agama yang sangat dihormati, yakni Muhammad dan Maria,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (28/6).

Selain itu, langkah lanjutan yang dilakukan oleh Gubernur Anies Baswedan yang menutup kegiatan Holywings di Jakarta karena berulang kali dinilai melakukan pelanggaran termasuk tidak memiliki izin sesuai Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), juga tepat dan patut diapresiasi. Agar hukum tegak dan dunia usaha tetap bisa lanjutkan kontribusi dengan baik tanpa melanggar hukum apalagi meresahkan masyarakat dengan menghinakan Agama dan Simbol Agama.

“Untuk kasus promosi yang membawa nama “Muhammad dan Maria”, dan karenanya menghinakan Agama dan simbol Agama, agar diberikan sanksi hukum yang menjerakan, supaya jadi pelajaran dan tidak diikuti oleh promosi-promosi bisnis lainnya sambil menghinakan dan menistakan agama dan simbol agama. Agar iklim berusahanya sehat dan tidak meresahkan,” ujar Anggota Komisi VIII DPR RI yang membidangi urusan keagamaan ini.

Dalam kasus penodaan agama ini seharusnya juga dapat diusut secara lebih tuntas dan adil, dan membawa efek jera, dengan agar tidak hanya berhenti penuntutannya kepada pegawai-pegawai di level bawah.

“Harus dilihat secara gamblang, karena biasanya kegiatan promosi berasal atau bisa jadi atas persetujuan level diatasnya, level management. Oleh karenanya, jangan sampai hanya pegawai level bawah yang ditumbalkan, tetapi pihak management yang layak diduga terlibat juga harus bertanggung jawab sebagai perwakilan perusahaan. Agar tak diikuti oleh management lainnya, dengan mudah melempar tanggung jawab ke level di dibawahnya,” tambahnya.

HNW berulangnya kegiatan-kegiatan yang menghina atau melecehkan agama dan simbol agama ini menunjukan bahwa aturan hukum yang bersifat khusus (lex specialis) makin diperlukan, karena perlindungan hukum yang menyebar di berbagai UU, apalagi yang bersifat preventif terhadap agama atau tokoh agama masih tidak dipahami oleh publik.

Karenanya, ia berharap agar Rancangan Undang-Undang Perlindungan Tokoh dan Simbol Agama (RUU PTSA) yang sudah ditetapkan masuk prioritas pembahasan di DPR dapat segera dibahas dan disetujui bersama Pemerintah.

“Kasus ini menunjukan semakin pentingnya DPR dan Pemerintah untuk bahas dan setujui mengundangkan RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama yang diinisiasi oleh FPKS DPRRI. Agar masalah tindak kriminal terhadap agama dan simbol agama ini makin dipahami pelaku usaha dan masyarakat lainnya, agar bisa dicegah dan tidak diulanginya lagi tindakan penistaan simbol agama atau tokoh agama yang bisa memunculkan keresahan, konflik dan pecah belah serta disharmoni antar umat beragama di Indonesia. Agar di tahun politik masyarakat tidak makin diadudomba dengan isu-isu yang terkait dengan penistaan Agama dan simbol Agama,” pungkasnya.

FOLLOW US