• Bisnis

AEER: Penggunaan Batu Bara Memiliki Dampak yang Sangat Buruk Bagi Lingkungan

Budi Wiryawan | Senin, 21/03/2022 23:05 WIB
AEER: Penggunaan Batu Bara Memiliki Dampak yang Sangat Buruk Bagi Lingkungan Ilustrasi industri yang menggunakan batubara. (Foto: Ist)

Jakarta - Transisi ke energi terbarukan sedang terjadi di sektor manufaktur. Perubahan iklim yang sedang terjadi karena meningkatnya konsentrasi gas karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya telah meluas.

Sektor industri yang paling besar menggunakan energi adalah industri makanan dan minuman, pupuk dan kimia, dan semen yang berarti bahwa industri ini menghasilkan emisi yang sangat besar. Beberapa diantara mereka telah beralih menggunakan energi terbarukan.

Di Indonesia, batu bara adalah sumber energi fosil yang paling banyak digunakan dibandingkan dengan energi lainnya, mencapai 38 persen dari total energi nasional pada 2021.

Siti Shara, Peneliti Keuangan Iklim dan Energi Perkumpulan AEER menyatakan peralihan ke energi terbarukan oleh industri hendaknya dilakukan secara signifikan, bukan sebatas greenwashing.

"Perusahaan yang belum melakukan transisi ke energi terbarukan kian memiliki resiko tinggi terhadap citra produknya," ujar Siti dalam keterangan tertulis, Senin (21/3/2022).

Perkumpulan AEER mencatat transisi ini terjadi di beragam sektor. Dalam sektor makanan dan minuman, Danone-Aqua (Danone Indonesia) sebagai perusahaan minuman terbesar di Indonesia telah membangun 4 PLTS Atap di sepanjang tahun 2018-2021 dan menargetkan pemasangan panel surya di 21 pabrik Danone-AQUA di Indonesia dengan total kapasitas lebih dari 15 MWp pada 2023.

Di sektor pupuk dan kimia, ada PT Chandra Asri Petrochemical Tbk yang telah membangun instalasi panel surya pada tahun 2019 dan dilanjutkan dengan penambahan panel pada tahun 2021.

Berikutnya ada PT. Pupuk Kaltim yang memasang pembangkit tenaga surya dengan sistem rooftop on grid pada tahun 2022. Di sektor semen, ada (PT Semen Padang) dan PT Semen Tonasa yang sudah keluar dari ketergantungan terhadap batu bara. Mereka menghasilkan listrik dari pembangkit listrik tenaga surya di plant mereka.

"Beberapa industri lain juga telah mengambil tindakan dan menegosiasikan percepatan transformasi energi dari fosil ke energi terbarukan. Namun jumlah ini masih kalah jauh dengan jumlah industri yang belum melangkah menuju energi bersih," kata Siti.

Jika lima perusahaan makanan terbesar di Indonesia - yaitu PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, PT Sido Muncul Tbk, PT Akasha Wira International Tbk, dan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk membangun PLTS dengan kapasitas yang sama dengan Danone Indonesia, ini akan mengurangi emisi lebih dari 83.000 ton CO2/tahun.

Di sektor pupuk, ada PT Pupuk Indonesia sebagai produsen pupuk dan kimia terbesar di Indonesia dan memiliki 9 anak perusahaan yang belum beralih ke energi ramah lingkungan. Mereka masih menggunakan energi fosil untuk sumber listriknya.

Selain itu, PT. Lotte Chemical Titan Nusantara, PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), PT. Kaltim Pasifik Amoniak, PT. Lautan Luas Tbk sebagai industri terkemuka belum mengganti sumber energinya ke energi hijau.

Meski 2 anak perusahaan PT Semen Indonesia sudah melakukan transisi energi, masih terdapat anak perusahaan lainnya yang belum beralih meninggalkan energi batu bara. PT. Semen Indonesia menguasai 53,1% pasar semen nasional. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) dan PT. Semen Jawa juga sama.

Siti Shara menambahkan, menggunakan energi batu bara memiliki dampak yang sangat buruk untuk lingkungan dan mengalami kerugian secara ekonomi.

Pilihan terbaik adalah menggantinya dengan energi bersih. Industri dapat mencapai efisiensi energi untuk mengurangi dampaknya terhadap lingkungan.

"Kami meminta kepada industri-industri yang belum menggunakan energi terbarukan untuk mengambil langkah konkrit menghapus batubara dari sumber energi listrik mereka," kata Siti.

Industri sudah harus meninggalkan energi kotor yang sangat nyata merusak lingkungan. Secara ekonomi, membangun pembangkit listrik baru dari energi terbarukan semakin murah daripada mengoperasikan pembangkit listrik tenaga batu bara baru. Industri juga dapat mengurangi biaya penanggulangan lingkungan akibat emisi batubara.

Ini adalah bagian dari upaya membangun ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kualitas hidup manusia, dan menyelamatkan bumi dari krisis iklim.

FOLLOW US