• News

Kelaparan dan Musim Dingin Ekstrem Mendera Pengungsi Afghanistan

Akhyar Zein | Selasa, 18/01/2022 11:06 WIB
Kelaparan dan Musim Dingin Ekstrem Mendera Pengungsi Afghanistan Pengungsi internal Afghanistan, terlihat di sini di sebuah kamp pengungsi di Balkh, Afghanistan pada 13 November 2021 (foto: Getty Images/ themedialine.org)

JAKARTA - Ratusan keluarga di kota Herat berjuang untuk bertahan hidup karena mereka tinggal di tenda yang dibangun selama musim panas dan kini mereka menghadapi kondisi musim dingin yang keras.

Warga Afghanistan, sebagian besar dari etnis Tajik dan Hazara, telah bermigrasi dari provinsi sekitarnya seperti Faryab, Badghis, Farah, dan Ghor, dan sedang menunggu bantuan dari pemerintahan Taliban dan lembaga internasional.

Para pengungsi mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa mereka menghadapi masalah dalam mengakses makanan dan listrik.

Abdurrahman Muhammedi, 38, ayah lima anak yang harus berpindah dari Badghis lima bulan lalu, mengatakan mereka pindah karena konflik.

"Situasi kami buruk. Ada perang di provinsi dan kabupaten sepanjang waktu," ujar dia.

"Saya tidak makan apa-apa hari ini. Saya cuma minum teh dan makan sepotong roti untuk makan malam kemarin sekitar jam 5," lanjut dia.

Mereka yang tinggal di kamp tidak mampu membeli kayu atau batu bara, dan menggunakan plastik untuk menyalakan api dan memasak roti, yang membuat makanan mereka jadi tidak sehat.

Tidak ada sumber air di kamp, jadi orang-orang membawanya dari mata air yang jauh dengan drum.

Safura, perempuan berusia 70-an, bahkan tidak memiliki tenda untuk ditinggali. Dia tinggal bersama ketiga cucunya di sebuah gubuk setinggi 50 sentimeter.

"Saya tinggal di sini. Saya tidur di sini. Hujan, dan tempat ini dipenuhi air," kata Safura, yang kehilangan suami dan anak-anaknya.

Nisar Ahmed, 32, ayah dari dua anak, mengatakan bahwa orang-orang di sana meninggal karena cuaca dingin dan kelaparan.

"Seperti yang Anda lihat, situasinya sangat buruk. Tidak ada makanan, tidak ada roti, tidak ada apa-apa. Tidak ada bantuan," ucap dia.

Yadigar, bocah kecil berusia dua puluh hari warga termuda di kamp tersebut, lahir dalam perjalanan ke Herat, di mana ibunya meninggal tak lama setelah melahirkan bayinya itu.

Kepala migrasi Herat Muhammad Refik Nirumend mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa jumlah orang yang bermigrasi ke Herat dari provinsi sekitarnya mencapai sekitar 140.000.

Dia mengatakan mereka telah mendistribusikan bantuan kepada 7.000 keluarga sejauh ini dan Program Pangan Dunia (WFP) membuat komitmen untuk memberikan bantuan.

Nirumend juga mengatakan tujuan utama mereka adalah memungkinkan kembalinya para pengungsi.

FOLLOW US