• Info MPR

Kritisi Kebijakan yang Abaikan Agama Sebagaimana Kesepakatan Pendiri Bangsa

Akhyar Zein | Senin, 08/11/2021 09:56 WIB
Kritisi Kebijakan yang Abaikan Agama Sebagaimana Kesepakatan Pendiri Bangsa Hidayat Nur Wahid saat menjadi pembicara kunci pada Seminar Nasional bertajuk :Sosialiasi Kerukunan Antar Umat Beragama dalam Bingkai Pancasila dan UUD 1945” yang diselenggarakan atas kerja sama MPR RI, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) dan Pusat Studi Islam dan Pancasila (PSIP) UMJ.

Katakini.com- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M.  Hidayat Nur Wahid, MA berseru  kepada umat beragama di Indonesia untuk meneladani dan mempraktekkan kerukunan beragama yang dilakukan oleh Bapak-Bapak Bangsa.

Baik perilaku para Bapak Bangsa saat jadi anggota BPUPK, Panitia 9 maupun PPPKI. Juga hasil dari kerukunan beragama mereka baik antar umat beragama maupun diinternal  agamanya sendiri-sendiri. Karena kerukunan yang dijalin para Bapak Bangsa, itu telah menghasilkan  kesepakatan Piagam Jakarta (Pembukaan UUD 1945), Pancasila, dan NKRI tetap dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika.

Menurut Hidayat, Kenegarawanan para Bapak Bangsa, itu tampak meski  berbeda agama tapi tak ada satupun yang anti Agama atau pengikut PKI. Keteladanan mereka  harus dijadikan rujukan dan penyejuk, terutama saat  membicarakan kembali soal Kerukunan beragama dalam Bingkai Pancasila dan UUD NRI 1945.

Untuk itu, penting dihadirkan lagi spirit bergotong royong menguatkan paham dan praktek kerukunan beragama baik intra maupun antara Umat beragama. Sehingga dapat mengulangi peran mensejarah Pahlawan-Pahlawan Bangsa untuk menjadi pilar menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa.

Seperti pembelahan warga karena pilpres, kemunduran nilai relijiusitas dengan maraknya korupsi, kemerosotan moral dan kerusakan lingkungan. Serta pandemi Covid-19 dan dampak-dampak sosial ekonominya. Juga dengan mengkritisi kebijakan-kebijakan yang mengabaikan norma Agama sehingga tidak sesuai dengan sila pertama Pancasila dan UUD NRI 1945.

Hidayat Nur Wahid  mengatakan,   upaya untuk melindungi dan mempraktekkan nilai-nilai agama yang baik dan benar, perlu dilakukan, agar peristiwa yang menghancurkan Negara dan Agama seperti pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) tidak berulang lagi.

Pasalnya, pemberontakan itu merupakan puncak kejahatan terhadap Bangsa dan Negara yang berawal olok-olok kalangan komunis yang berpaham atheis terhadap nilai-nilai agama.

“Kita bisa mengambil pelajaran dari peristiwa Pemberontakan yang dilakukan PKI. Karenanya Umat beragama penting waspada dan menyatukan sikap, apabila ada pihak-pihak  yang mulai menjadikan agama sebagai bahan olok-olok. Karena begitulah yang awalnya dilakukan oleh para atheis komunis sebelum terjadinya pemberontakan PKI. Olok-olok itu digunakan untuk mendesakralisasi Agama dan melemahkan spirit umat beragama dari meyakini kebenaran ajaran agamanya,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (6/11/2021).

Pernyataan tersebut disampaikan Hidayat dalam Seminar Nasional bertajuk “Sosialiasi Kerukunan Antar Umat Beragama dalam Bingkai Pancasila dan UUD 1945” yang diselenggarakan atas kerja sama MPR RI, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) dan Pusat Studi Islam dan Pancasila (PSIP) UMJ.

Acara tersebut juga menghadirkan sejumlah narasumber. Yaitu Ketua MUI Bidang Kerukunan Antar Umat Beragama KH Yusnar Yusuf, Rektor UMJ Dr. Ma’mun Murod Al-Barbasy, dan Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) Pdt Gomar Gultom.

Lebih lanjut, HNW mengingatkan sangat pentingnya bagaimana memupuk dan menguatkan kerukunan antar dan internal umat beragama.

“Ada banyak instrumen yang bisa kita gunakan, yang paling utama tentu pemahaman dan pengamalan yang baik dan benar terhadap Pancasila dan UUD NRI 1945. Sesuai kesapakatan para founding fathers, serta MPR lembaga tertinggi  Negara yang waktu itu, yang didalamnya masih ada fraksi TNI/Polri, Utusan Daerah dan Golongan, termasuk dari PDKB dan anggota-anggota MPR dari kalangan Non Muslim," ujar Hidayat.

"MPR waktu itu masih sebagai lembaga tertinggi Negara mengamandemen UUD 45 tapi tetap menempatkan Agama dalam posisi yang sangat dipentingkan baik dalam Pancasila maupun dalam UUDNRI 1945 (Pasal 28 E,I, J, Pasal 29 ayat 1 dan ayat 2, serta Pasal 31 ayat 3 dan ayat 5),” jelasnya.

HNW menambahkan untuk menguatkan kerukunan Umat beragama, juga penting dimulai dengan mengokohkan kerukunan Internal Umat beragama, dengan tidak lagi mengungkit dan menyebarkan paham yang sudah selesai ditolak atau disepakati di internal Agama seperti soal kewajiban Sholat, serta makna Tauhid dalam Islam.

Karena itu meresahkan internal Umat, dan tidak menyatukan bahkan memecahbelah internal Umat Beragama (Islam). Padahal, lanjutnya, sulit dibayangkan bisa dihadirkan kerukunan antar Umat bila di internal Umat dibuat tidak rukun, dan tidak bertoleransi.

Menurutnya, untuk menguatkan kerukunan antar Umat beragama juga bisa dikreasikan selain kerja sama menghadang ideologi yang membahayakan Agama dan NKRI, umat beragama juga dapat bersatu bekerja sama dan  ikut menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa.

Termasuk mengkritisi beberapa kebijakan yang mengabaikan peran agama sebagaimana kesepakatan pendiri bangsa.

“Misalnya, bagaimana umat beragama bersama-sama mengkoreksi Peta Jalan Kemendikbud Nasional 2020-2035 dari  yang sama sekali tidak menyebut frasa Agama. Itu salah satu contoh bagaimana umat beragama, melalui ormas agama, membantu menyelesaikan masalah bangsa dan mengkoreksi hal-hal yang tidak sesuai dengan Pancasila dan UUDNRI 1945,” ujarnya.

Selain itu, HNW juga mengatakan bahwa kondisi pandemi Covid-19 juga bisa menjadi sarana untuk memperkokoh umat beragama.

Ini juga telah dilakukan oleh sejumlah Ormas Islam dan Partai Politik Islam yang hadir membantu umat beragama dalam melawan pandemi Covid-19 ini.

“Kami, tanpa mempertimbangkan latar belakang keagamaan, melakukan disinfektasi untuk sejumlah rumah ibadah dari berbagai agama seperti Masjid, Musholla, Gereja dan Vihara. Dan dengan tidak membedakan latar Agama, kami membatu vaksinasi gratis kepada warga dengan latar Agama yang berbeda-beda. Alhamdulillah mereka menerima kehadiran dan pelayanan kami. Hal seperti ini, tentunya juga dilakukan oleh Ormas Agama lain, tidak hanya Islam,” ujarnya.

Jadi, lanjut HNW, ada banyak cara untuk menguatkan spirit dan praktek kerukunan internal dan antar Umat beragama. “Dan dengan semangat kerukunan Umat Beragama baik internal maupun antar Umat beragama, maka kesepakatan Kita sebagai warga bangsa bahwa kita menjadi satu nusa, satu bangsa dan satu Bahasa Indonesia yang telah diwariskan oleh Para Pemuda dan Pahlawan Bangsa dari latar Agama yang beragam, selalu dapat kita teladani, praktekkan dan wariskan kepada generasi Milenial, generasi Z, dan generasi yang sekarang mengisi kampus-kampus, yang nanti akan mewarisi Indonesia Emas, saat peringatan 1 abad Indonesia Merdeka,” pungkasnya.

FOLLOW US