• Gaya Hidup

Kontribusi Masyarakat Diperlukan dalam Pencegahan dan Penanganan AMR

Agus Mughni Muttaqin | Jum'at, 05/11/2021 14:20 WIB
Kontribusi Masyarakat Diperlukan dalam Pencegahan dan Penanganan AMR Paparan Dr. dr. Harry Parathon, Sp.OG(K), dalam seminar web dalam rangka peringatan World Antibiotic Awareness Week 2021 dengan tajuk: #TUNTASBERITUNTASPAKAI: Kebijakan Peresepan dan Praktik Penjualan dan Konsumsi Antibiotik di Indonesia, Jumat (5/11/2021). (foto: tangkapan layar/Katakini.com)

Katakini.com - Kontribusi masyarakat serta keterlibatan dari berbagai pihak multisektor, baik dari sektor medis, pasien, dan pemerintah, berperan penting dalam menekan laju kasus Resistensi Antimikroba atau Antimicrobial Resistance (AMR) di Indonesia.

AMR ialah kemampuan sebuah mikroorganisme, seperti virus, bakteri, jamur dan parasit untuk bertahan hidup dan berkembangbiak dalam tubuh. Sehingga berimplikasi terhadap sulitnya penyembuhan penyakit dan semakin tingginya biaya kesehatan.

Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) RI Periode 2014-2021, Dr. dr. Harry Parathon, Sp.OG(K), mengungkapkan, di antara pemicu AMR ialah masih banyaknya penggunaan antibiotik tanpa resep atau anjuran dokter.

“Banyaknya penjualan antibiotik tanpa resep yang kerap terjadi di Indonesia merupakan salah faktor pemicu AMR,” tegas dokter Harry Parathon dalam seminar web bertajuk #TUNTASBERITUNTASPAKAI: Kebijakan Peresepan dan Praktik Penjualan dan Konsumsi Antibiotik di Indonesia, Jumat (5/11/2021).

Berdasarkan data dari WHO, selama 15 tahun terakhir, penggunaan antibiotik di negara berkembang, termasuk Indonesia, meningkat hingga 165%. Peningkatan tajam ini membuat AMR masuk ke dalam 10 ancaman kesehatan global paling berbahaya di dunia dan perlu ditangani dengan baik.

Dalam menangani kejadian AMR, Pemerintah Indonesia melalui Permenkes No.8 Tahun 2015 sudah menetapkan kebijakan berupa Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di berbagai rumah sakit dan juga terdapat beberapa peraturan penggunaan antibiotik di luar rumah sakit.

Namun, Guru Besar FKKMK Universitas Gadjah Mada Prof. Tri Wibawa, menilai masih diperlukan penguatan implementasi regulasi khususnya untuk mengendalikan peredaraan antibiotik di masyarakat.

“Penguatan implementasi regulasi merupakan salah satu cara untuk mengendalikan peredaran antibotik di masyarakat yang dapat berlaku sebagai pemicu resistensi antibiotik,” tutur Tri Wibawa.

Pada kesempatan  yang sama, Koordinator Indonesia One Health University Network (INDOHUN), Agus Suwandono menilai bahwa dalam penanganan AMR tidak hanya peran pemerintah yang diperlukan. Sama seperti pandemi COVID-19, program-program pemerintah akan berhasil jika didukung juga oleh masyarakyat.

“Kontribusi masyarakat dalam pencegahan dan penanganan AMR diperlukan yaitu dalam menggunakan antibiotik secara bijak, rasional berdasarkan resep dokter, dan tuntas sesuai petunjuk dokter sehingga angka kesembuhan meningkat dan mencegah kejadian resistansi,” pungkas Agus Suwandono.

FOLLOW US