• News

Jokowi Divonis Bersalah Atas Pencemaran Udara Jakarta

Akhyar Zein | Kamis, 16/09/2021 21:58 WIB
Jokowi Divonis Bersalah Atas Pencemaran Udara Jakarta Kabut polusi udara menyelimuti kawasan Jakarta. (foto: Antara)

Jakarta, Katakini.com,- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis tujuh pejabat negara telah melakukan perbuatan melawan hukum atas terjadinya pencemaran udara di ibu kota.

Ketujuh pejabat negara yang dimaksud yakni Presiden Joko Widodo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan tiga gubernur yaitu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Banten Wahidin Halim, serta Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

Majelis hakim membacakan putusan tersebut dalam sidang yang akhirnya digelar pada Kamis setelah sempat ditunda delapan kali dalam kurun hampir lima bulan.

Gugatan warga negara (citizen lawsuit) terhadap pencemaran udara Jakarta ini diajukan pada 4 Juli 2019 oleh 32 penggugat yang menamai diri sebagai Koalisi Ibukota.

Dalam putusannya, Ketua Majelis Hakim Saifuddin Zuhri mengabulkan sebagian dari gugatan dalam perkara ini dan menyatakan ketujuh pejabat negara tersebut telah melakukan perbuatan melawan hukum.

“(Majelis hakim) menghukum Tergugat 1 (Presiden Jokowi) untuk mengetatkan baku mutu udara ambiens nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan, dan ekosistem termasuk kesehatan populasi yang sensitif berdasarkan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,” kata Hakim Saifuddin di Jakarta, Kamis.

Majelis hakim menghukum Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melakukan supervisi kepada Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, dan Gubernur Banten dalam memperketat emisi lintas batas di ketiga provinsi tersebut, sedangkan Menteri Dalam Negeri diperintahkan mengawasi kinerja ketiga gubernur tersebut.

Hakim mengatakan Menteri Kesehatan harus menghitung penurunan dampak kesehatan akibat pencemaran udara di Jakarta sebagai dasar pertimbangan Gubernur DKI Jakarta dalam menyusun strategi dan rencana aksi pengendalian pencemaran udara.

Sedangkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai tergugat kelima diperintahkan mengawasi ketaatan setiap pihak terhadap aturan terkait pencemaran udara melalui uji emisi berkala terhadap kendaraan jenis lama hingga menyusun rekapitulasi sumber pencemaran.

Anies wajib menyebarluaskan informasi pengawasan dan penjatuhan sanksi terkait pencemaran udara kepada masyarakat, serta menetapkan baku mutu udara ambien daerah yang cukup untuk melindungi kesehatan.

Hakim menyatakan Anies juga harus menjatuhkan sanksi terhadap setiap orang yang melanggar aturan terkait pengendalian pencemaran udara, dalam hal ini pengendara kendaraan bermotor, kegiatan, atau usaha yang tidak mematuhi baku mutu emisi.

Selain itu, hakim menghukum Anies untuk menyusun strategi dan rencana aksi pengendalian udara dengan mempertimbangkan emisi dari sumber pencemaran secara tepat sasaran dan melibatkan partisipasi publik

 

— Hakim menolak adanya pelanggaran hak asasi manusia dalam kelalaian pemerintah tangani pencemaran udara.

Tim kuasa hukum penggugat, Ayu Eza Tiara mengatakan ada sebagian gugatan yang tidak dikabulkan oleh hakim yakni terkait pelanggaran hak asasi manusia karena lalai memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Namun secara umum, Ayu mengatakan mengapresiasi keputusan hakim yang dianggap telah berpihak pada kepentingan warga.

“Kami menilai bahwa putusan tersebut tepat dan bijaksana, mengingat dari proses pembuktian di persidangan sudah sangat jelas bahwa pemerintah telah melakukan kelalaian dalam mengendalikan pencemaran udara,” kata Ayu, Kamis.

Koalisi Ibukota berharap para tergugat dapat menerima putusan ini dengan bijaksana dan segera mengambil tindakan untuk memperbaiki pencemaran udara di Jakarta.

“Kami akan mengawal agar pemerintah betul-betul menuntaskan kewajibannya,” tutur Ayu.

Salah satu penggugat bernama Khalisah Khalid mengaku lega dan senang atas putusan majelis hakim namun akan mengawal perubahan kebijakan yang dimandatkan pada tujuh tergugat.

Dia berharap para Tergugat tidak mengajukan banding usai putusan ini.

“Yang kami gugat sesungguhnya adalah untuk kepentingan, kesehatan dan keselamatan seluruh warga negara, termasuk generasi mendatang agar mendapatkan kualitas hidup yang baik,” tutur Khalisah.

Pada Juli 2021, Koalisi Ibukota menyatakan polusi udara di Jakarta justru memburuk pada masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dan PPKM Level 4 sebagai kebijakan yang membatasi mobilitas masyarakat akibat melonjaknya pandemi Covid-19.

Bondan Andriyanu dari Greenpeace Indonesia mengatakan mobilitas masyarakat yang menurun selama PPKM Darurat ternyata tidak serta merta membuat kualitas udara di Jakarta menjadi lebih baik.

Hal itu terlihat dari data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta bahwa kualitas udara di ibu kota justru lebih sering tercemar karena melampaui baku mutu polusi udara harian sebesar 55 μg/m3 untuk kandungan partikulat berukuran di bawah 2,5 mikrometer (PM 2,5).

Jumlah hari dengan kualitas udara yang melampaui baku mutu tersebut meningkat signifikan pada Juli 2021 di seluruh stasiun pemantau kualitas udara di Jakarta apabila dibandingkan dengan Juni sebelum PPKM Darurat berlaku.

Meski demikian, kondisi ini masih lebih baik apabila dibandingkan dengan kondisi normal sebelum pandemi pada 2019, namun lebih buruk apabila dibandingkan dengan saat penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada 2020 lalu maupun saat PPKM Mikro berlaku pada awal 2021.(AA)


FOLLOW US