Aksi Polisi di NTT Ini Patut Ditiru, Berbagi Sayuran Hasil Panen untuk Kaum Tuna Netra

. | Selasa, 14/09/2021 22:13 WIB
 Aksi Polisi di NTT Ini Patut Ditiru, Berbagi Sayuran Hasil Panen untuk Kaum Tuna Netra Anggota Polda NTT Brigpol Heribertus A. B. Tena secara sukarela dan swadaya sendiri mengolah lahan yang ditanami sayuran kemudian hasil panennya dibagi kepada kaum tuna netra.

katakini.com--Bercocok tanam dan bertani menjadi kebiasaan Brigpol Heribertus A. B. Tena, anggota Direktorat Tahanan Titipan (Dit Tahti) Polda NTT.

Sejak beberapa waktu lalu, Bintara Polri tamatan tahun 2007 ini menyisihkan waktu luang sepulang kantor untuk mengolah lahan seluas 9 x 15 meter di Kelurahan Fatukoa, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang.

Ia bercocok tanam sayur sawi, kangkung dan terong ungu. Bersama beberapa kerabatnya, ia rajin menyiangi dan menyiram tanamannya seusai pulang kantor.

Praktis waktu pulang kantor sejak pukul 16.00 wita habiskan di kebun.

Agar perawatan tanaman lebih intensif, Brigpol Heri pun rela pindah sementara dari rumahnya di Kelurahan Maulafa ke Kelurahan Fatukoa sehingga ia lebih banyak waktu merawat tanaman dan sayuran.

Awalnya Brigpol Heri menanam sayuran untuk membantu ekonomi keluarga. Kebetulan waktu luang cukup banyak sejak pindah tugas ke Direktorat Tahti Polda NTT.

Sayur hasil panen ia tawarkan ke beberapa rekan kerja dan dijual keliling. Saat pagi hendak ke kantor untuk apel pagi, ia membawa serta sayur pesanan rekan kerja di Polda NTT.

Sebagian hasil panen dijual keliling atau diantar ke rumah-rumah di sekitar tempat tinggalnya di Kelurahan Maulafa.

Saat itulah ia menjumpai belasan kepala keluarga penyandang tuna netra di RT 26 Kelurahan Maulafa.

Para penyandang tuna netra ini menggantungkan hidup dari hasil menjual kamoceng (pembersih debu dari bahan tali rafia).

Ada 12 kepala keluarga yang menyandang tuna netra. Sebagian istri dan anak mereka pun tuna netra. Sekitar 6 kepala keluarga tinggal di tempat kost milik Thobias Fanggi.

Mereka harus membayar sewa kamar per bulan Rp 350.000 diluar biaya listrik dan air. Brigpol Heri prihatin dengan kondisi para penyandang tuna netra ini.

Timbul niat dari hatinya untuk menolong para tuna netra ini dengan berbagi hasil panen sayur. Brigpol Heri kemudian menyisihkan sebagian sayur hasil panen di setiap akhir pekan.

Setiap Sabtu sore, ia mendatangi 12 kepala keluarga ini membagikan sayur sawi dan kangkung.

"Biar sedikit, asalnya semua kebagian. Setiap Sabtu sore saya bagi 2-4 ikat sayur kangkung dan sawi bagi setiap kepala keluarga," ujar Heri.

Ia datang dengan sepeda motornya dan mengetuk pintu kamar kost masing-masing keluarga disabilitas dan membagikan sayur hasil panen.

Aksi berbagi ini dilakukan sejak bulan Mei lalu. "Pokoknya setiap Sabtu saya wajib datang membagikan sayur," ujarnya.

Lukas do Santos (29), salah seorang kepala keluarga penyandang disabilitas mengungkapkan kesulitan hidup mereka pasca pandemi Covid-19.

Lukas yang menikah dengan Betty Mataratu yang juga tuna netra dan sudah dikaruniai dua orang anak mengaku kalau ia dan istri mengandalkan hidup dari membuat dan menjual kamoceng.

Setiap sore, ia dan istri bergantian menjual kamoceng di emperan toko. Satu buah dijual Rp 20.000. "Kadang dalam satu minggu hanya laku 2 buah," ujarnya.

Ia harus menyisihkan uang membayar jasa ojek untuk mengantar dan menjemputnya. Mereka makin kesulitan karena harga bahan pokok membuat kamoceng makin naik.

"Harga tali rafia main naik sementara penjualan kamoceng makin menurun," ujarnya.

Beruntung ia memiliki keahlian memijat sehingga sesekali menggunakan jasanya namun dengan harga murah Rp 70.000 per jam termasuk jarang mendapatkan pelanggan.

Ia bersyukur dengan bantuan dan perhatian dari Brigpol Heri karena sedikit tidaknya mengurangi pengeluaran harian membeli sayur untuk beberapa hari.

"Sayur dari pak Heri kami konsumsi bisa untuk 3 sampai 4 hari. Kami sangat terbantu karena setiap akhir minggu kami tidak perlu beli sayur," tandasnya.

Brigpol Heri yang pernah menjadi relawan Covid-19 di Wisma Atlet Jakarta mengaku kalau aksinya ini merupakan niat sendiri dan iba dengan kehidupan para penyandang tuna netra.

Bibit sayur dibeli sendiri dari uang gajinya. Dalam proses menanam sayur, ia juga tidak menggunakan pupuk namun ia merawat sendiri dan rajin menyiram tanaman.

Ada 5 beden sayur berbagai ukuran yang disiapkan. "Ini sudah jadi hobby saya. Biar sayur yang saya bagikan sedikit, yang penting ada bagi warga tuna netra," ujarnya.

Ia juga terbantu karena sayur hasil pertaniannya banyak dipesan rekan sesama anggota Polri dan Bhayangkari sehingga hasil jual sayur dipakai membeli bibit sayur.

Ia pun melihat para tuna netra ini memiliki banyak potensi sehingga ia `bermimpi` untuk membuat UMKM sendiri bagi kaum tuna netra sehingga produk yang mereka hasilnya bisa terjual dan ada pendapatan tetap bagi tuna netra.

FOLLOW US