• News

21.000 Nakes Indonesia Terlambat Terima Pembayaran Insentif

Akhyar Zein | Jum'at, 06/08/2021 18:02 WIB
 21.000  Nakes Indonesia Terlambat Terima Pembayaran Insentif Sebuah kalimat penyemangat tertulis di hazmat salah satu tenaga kesehatan di Rumah Sakit Darurat (RSD) Covid-19, Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Selasa (26/1/2021)(foto: Antara)

Jakarta, Katakini.com - Amnesty International Indonesia menemukan sebanyak 21.424 tenaga kesehatan yang menangani Covid-19 pernah mengalami keterlambatan pembayaran dan pemotongan insentif selama Juni 2020 hingga Juli 2021.

Manajer Media dan Kampanye Amnesty International Indonesia Nurina Savitri mengatakan laporan keterlambatan dan pemotongan insentif ini terjadi di 21 provinsi di Indonesia.

Salah satu penyebabnya ada pada data pribadi tenaga kesehatan yang tidak sesuai, namun untuk membenahinya maka tenaga kesehatan yang bersangkutan harus mengurus ke Kementerian Kesehatan.

“Ini menimbulkan penundaan, padahal sebagai informasi, ada 760 ribu tenaga kesehatan yang berdomisili di luar Pulau Jawa,” kata Nurina melalui konferensi pers virtual, Jumat.

Selain itu, pembayaran insentif hanya diberikan kepada tenaga kesehatan yang bekerja pada unit penanganan Covid-19, sementara pada situasi saat ini sebagian besar tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan juga fokus menangani Covid-19.

Ini membuat fasilitas kesehatan memotong insentif mereka dan membagi rata kepada seluruh tenaga kesehatan yang terlibat.

Nurina juga mengatakan sejumlah tenaga kesehatan mendapat ancaman dan intimidasi karena mencoba menyuarakan keterlambatan dan pemotongan pembayaran insentif ini.

“Ada kasus relawan melapor ke institusi pemerintah tapi justru mendapat ancaman untuk dilacak, ini bertentangan dengan hak yang seharusnya dia dapat,” ujar Nurina.

Amnesty mendesak agar pemerintah segera memenuhi insentif tenaga kesehatan secara tepat waktu dan menjamin perlindungan bagi mereka yang haknya dilanggar.

Lapor Covid-19 sebagai inisiatif sipil yang menampung laporan warga juga menerima 79 laporan tenaga kesehatan yang belum menerima insentif.

Laporan tersebut mereka terima dalam kurun 30 Juni-31 Juli 2021.

Firdaus Ferdiansyah dari Lapor Covid-19 mengatakan banyak relawan tenaga kesehatan tidak mendapatkan gaji maupun tunjangan dari institusi yang menaungi mereka, sehingga insentif menjadi satu-satunya tumpuan penghasilan.

“Insentif ini bisa jadi satu-satunya pemasukan mereka yang bisa mereka bawa pulang atau kirimkan ke keluarga, karena belum dibayar tidak bisa kirimkan uang tersebut ke keluarga,” kata Firdaus.

Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah mengatakan hambatan birokrasi dan administrasi menjadi salah satu penyebab terlambatnya pembayaran tenaga kesehatan.

Di sisi lain, PPNI memandang masih ada pemerintah daerah yang belum menunjukkan komitmen kuat untuk memenuhi hak tenaga kesehatan.

“Ada 368 kepala daerah yang mendapat teguran Kementerian Dalam Negeri karena tidak menganggarkan dan belum merealisasikan, ini asalnya dari komitmen,” kata Harif.

“Insentif ini bukan menjadi sesuatu yang menjadi dasar kita bekerja. Tetapi karena sudah jadi kebijakan, uangnya ada, peraturannya ada, maka ada kewajiban pihak-pihak untuk melaksanakannya,” lanjut dia.

Ketua Bidang Kerja sama Lembaga Negara Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Ganis Irawan mengatakan keterlambatan pembayaran insentif menyebabkan tenaga kesehatan merasa diperlakukan tidak adil.

Apalagi, tenaga kesehatan telah menghadapi risiko dan tekanan yang tinggi, mengalami kekerasan, ancaman verbal, dan perundungan selama pandemi.

“Ketika ada (kebijakan insentif), tapi (kenyataannya) kok enggak sampai ke kami sehingga ada perasaan diperlakukan tidak adil. Itu yang menjadi ‘concern’ kami,” kata Ganis.(AA)

FOLLOW US