• Gaya Hidup

Pernikahan Anak Naik 3 Kali Lipat di Tengah Pandemi Covid-19

Akhyar Zein | Sabtu, 06/03/2021 06:22 WIB
 Pernikahan Anak Naik 3 Kali Lipat di Tengah Pandemi Covid-19 Pernikahan anak di Jeneponto, Sulsel. Mempelai pria masih berusia 13 tahun dan mempelai wanita berusia 14 tahun (foto Liputan6.com)

Katakini.com – Kasus pernikahan anak di tengah pandemi Covid-19 meningkat hingga tiga kali lipat, kondisi ini mengkhawatirkan dan perlu mendapatkan perhatian serius, ujar Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, Jumat.

Komisioner Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah mengatakan tahun lalu ada 64.211 pernikahan anak, jauh lebih tinggi dibanding 2019 yang tercatat 23.126 kasus.

Menurut dia salah satu penyebabnya adalah karena anak-anak banyak berdiam diri di rumah selama pandemi sehingga menikahkan mereka menjadi solusi.

“Situasi pandemi yang menyebabkan anak tidak bersekolah, bertatap muka maksudnya. Mungkin ada beberapa orang tua yang memutuskan menikahkan anaknya,” ujar Alimatul dalam peluncuran Catatan Tahunan Komnas Perempuan melalui konferensi pers virtual, Jumat.

Dalam catatan tahunan Komnas Perempuan, perkawinan anak juga disebabkan oleh tekanan ekonomi akibat pandemi.

Selain itu, ada banyak kehamilan tidak diinginkan akibat paparan gawai yang membuat anak mengakses konten yang memicu aktivitas seksual yang belum diketahui efek sampingnya oleh anak-anak.

Komnas Perempuan juga mengidentifikasi belum meratanya pemahaman tentang hak seksual dan kesehatan reproduksi yang seharusnya menjadi acuan remaja.

Ada juga kemungkinan penyalahgunaan informasi yang tidak lengkap pada beberapa agama tentang seksualitas.

Sesuai aturan dalam UU No 16/2019 batas usia perkawinan di Indonesia adalah 19 tahun bagi perempuan.

Batasan ini menurut Komnas Perempuan sebenarnya ditujukan untuk mencegah pernikahan anak, namun ternyata tidak mudah diimplementasikan.

“Ini adalah hal yang mengkhawatirkan dan perlu mendapat perhatian serius,” ujar Alimatul.

Sejauh ini menurut catatan Komnas Perempuan kebijakan ini belum disosialisasikan secara maksimal, sehingga permohonan dispensasi pernikahan bagi anak di bawah umur mudah dikabulkan.

Pada masa pandemi ini, menurut Alimatur perempuan dengan kerentanan juga menghadapi beragam kekerasan dan diskriminasi.

Perempuan dengan HIV/AIDS banyak melaporkan diskriminasi dalam layanan publik termasuk mengakses bantuan di masa pandemic.

Selain itu, Komnas Perempuan juga mencatat angka kasus kekerasan berbasis gender siber naik.

Dari 241 kasus pada 2019 naik menjadi 940 kasus tahun lalu.

Menurut Alimatul, meningkatnya angka kasus kekerasan model ini sepatutnya menjadi perhatian serius semua pihak.

Tahun lalu Komnas Perempuan juga masih mencatat kasus inses meskipun angkanya jauh menurun.

Pada 2019, kasus inses tercatat 822 kasus, sementara pada tahun lalu turun menjadi 215 kasus.

“Ini tetap perlu menjadi perhatian besar sebab secara berturut-turut muncul sejak 2016. Selain itu pelaku terbesar adalah ayah kandung sebanyak 165 orang,” ujar dia.


- Penurunan kasus

Secara umum dalam catatan Komnas Perempuan, kasus kekerasan terhadap perempuan tahun lalu turun dibanding 2019.

Tahun lalu, tercatat sebanyak 299.911 kasus, berkurang 31 persen dari kasus 2019 yang mencatat sebanyak 431.471 kasus.

“Penurunan jumlah kasus ini justru menunjukkan bahwa kemampuan pencatatan dan pendokumentasian kasus kekerasan perlu menjadi prioritas perhatian bersama,” ujar dia.(Anadolu Agency)


FOLLOW US