Ilustrasi - seseorang sedang tidur saat di kantor (Foto: Unsplash/Vitaly Gariev)
JAKARTA - Sebuah penelitian besar menemukan bahwa kualitas tidur yang buruk berpotensi membuat otak terlihat lebih tua dibanding usia sebenarnya. Temuan ini menekankan bahwa kebiasaan tidur sehari-hari memiliki dampak langsung pada kesehatan otak jangka panjang.
Riset yang melibatkan lebih dari 27.000 orang dewasa berusia 40 hingga 70 tahun di Inggris ini menganalisis hubungan antara pola tidur dan kondisi otak menggunakan pencitraan MRI.
Hasilnya menunjukkan bahwa mereka yang memiliki kualitas tidur rendah memiliki “usia otak” yang lebih tua dibanding usia kronologisnya.
Para peneliti memanfaatkan teknologi AI dan machine learning untuk memperkirakan usia otak berdasarkan lebih dari 1.000 indikator biologis dari hasil scan MRI.
Indikator ini mencakup penyusutan jaringan otak, penipisan korteks, hingga kerusakan pembuluh darah. Abigail Dove, peneliti utama dari Karolinska Institutet, menjelaskan, “Semakin buruk kualitas tidur seseorang, semakin besar kemungkinan otaknya menunjukkan tanda-tanda penuaan dini.”
Model AI ini dilatih menggunakan data peserta yang paling sehat, dengan asumsi otak mereka sesuai dengan usia sebenarnya. Selanjutnya, sistem digunakan untuk menilai seluruh peserta dan menghitung selisih antara usia otak dan usia biologis.
Pola yang konsisten muncul: semakin buruk kualitas tidur, semakin besar perbedaan usia otak dengan usia biologis, bahkan pada kasus ekstrem, otak orang dengan tidur paling buruk tampak hampir satu tahun lebih tua.
Penelitian ini tidak hanya mengukur durasi tidur, tetapi juga memperhatikan lima faktor lain: kebiasaan tidur larut malam, insomnia, rasa kantuk di siang hari, mendengkur, dan aspek lainnya.
Semua faktor ini digabungkan menjadi satu skor tidur sehat. Peserta yang memiliki empat atau lima indikator tidur sehat digolongkan sebagai tidur baik, sedangkan yang hanya memiliki satu atau tidak sama sekali termasuk kategori tidur buruk. Setiap penurunan satu poin dalam skor ini dikaitkan dengan percepatan usia otak sekitar enam bulan.
Ada beberapa mekanisme yang menjelaskan fenomena ini. Pertama, peradangan kronis: tidur terganggu dapat memicu inflamasi dalam tubuh yang merusak pembuluh darah otak dan mempercepat kematian sel saraf.
Studi menemukan sekitar 10% hubungan antara tidur buruk dan penuaan otak dapat dijelaskan oleh peningkatan biomarker inflamasi.
Kedua, gangguan pada sistem glymphatic: sistem pembersihan otak yang bekerja saat tidur untuk membuang protein beta-amyloid (penyebab Alzheimer) menjadi kurang efektif ketika tidur terganggu.
Ketiga, risiko penyakit kronis meningkat: kurang tidur berkontribusi terhadap peningkatan risiko diabetes tipe 2, obesitas, dan penyakit jantung, yang semuanya berdampak negatif pada kesehatan otak.
Meskipun beberapa gangguan tidur memerlukan penanganan medis, banyak masalah dapat diatasi dengan perubahan kebiasaan sederhana.
Tidur dan bangun secara teratur, membatasi konsumsi kafein dan alkohol sebelum tidur, menghindari layar elektronik menjelang tidur, serta menjaga kamar tetap gelap, tenang, dan sejuk dapat membantu meningkatkan kualitas tidur.
Penuaan otak memang tidak bisa sepenuhnya dihentikan, tetapi kualitas tidur berperan penting dalam menentukan kecepatan penurunan fungsi kognitif.
Penelitian ini menekankan bahwa menjaga tidur yang baik bukan sekadar menghindari lelah, tetapi juga merupakan investasi jangka panjang untuk mencegah penurunan kemampuan otak dan penyakit neurodegeneratif di masa tua.
Sumber: Science Alert