• Info DPR

DPR Soroti Anomali Harga Beras Tetap Tinggi, padahal Stok Melimpah

Agus Mughni Muttaqin | Kamis, 04/09/2025 18:41 WIB
DPR Soroti Anomali Harga Beras Tetap Tinggi, padahal Stok Melimpah Anggota Komisi IV DPR RI Sonny T. Danaparamita

JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI Sonny T. Danaparamita menyoroti anomali harga beras nasional. Ia mempertanyakan mengapa harga beras di pasaran tetap tinggi, padahal stok cadangan beras pemerintah (CBP) tercatat melimpah.

“Mengapa harga beras di pasar tetap tinggi, padahal stok CBP mencapai ±3,9–4 juta ton? Tentu bukan prestasi jika stok melimpah namun masyarakat kesulitan membeli beras dengan harga terjangkau,” ujar Sonny, di Jakarta, Kamis (4/9).

Berdasarkan data hingga 24 Agustus 2025, stok CBP yang dikelola Bulog tercatat 3,91 juta ton. Ditambah stok komersial 8.950 ton, total persediaan beras Bulog mencapai 3,92 juta ton. Sementara itu, Surat Keputusan Kepala Bapanas No. 299/2025 menetapkan kenaikan harga eceran tertinggi (HET) beras medium di seluruh zona Indonesia.

Sonny menilai pemerintah harus segera turun tangan mengendalikan harga beras demi menjaga daya beli masyarakat. “Meskipun HET sudah dinaikkan, harga di pasar tetap melambung. Ini menandakan ada masalah serius dalam distribusi dan pengelolaan stok,” kata legislator dari Daerah Pemilihan Jawa Timur III itu.

Ia menekankan pentingnya keseimbangan antara ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga. Menurut Sonny, pemerintah bersama Bulog perlu bertindak strategis dan agresif untuk menstabilkan harga. Ia mengidentifikasi beberapa penyebab kenaikan harga, antara lain distribusi yang tidak efisien, kendala pasokan lokal, perilaku pasar, serta desain pengelolaan stok yang belum optimal.

Karena itu, Sonny mendesak pemerintah dan Bulog segera menyalurkan beras dari gudang ke pasar-pasar daerah secara cepat dan tepat sasaran. “Lambatnya distribusi beras ke daerah-daerah adalah persoalan yang harus segera diselesaikan,” tegas Politisi Fraksi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Selain itu, ia meminta agar beras lama segera dikeluarkan dari gudang Bulog untuk mencegah penurunan mutu dan kerugian negara. Sonny menekankan perlunya penerapan prinsip *first in, first out* (FIFO) dalam distribusi.

“Beras impor yang masih layak konsumsi harus segera dikeluarkan agar negara tidak menanggung kerugian,” ujarnya.

Sonny juga menyoroti disparitas harga antardaerah, khususnya di wilayah timur Indonesia. Menurutnya, tingginya biaya transportasi tidak boleh dijadikan alasan perbedaan harga yang merugikan rakyat.

“Tidak adil jika masyarakat di Papua dan Maluku harus membeli beras dengan harga dua kali lipat dibandingkan di Pulau Jawa,” kata Sonny.

Ia mengingatkan pemerintah, Bulog, dan aparat penegak hukum agar mewaspadai praktik spekulasi, penimbunan, maupun kartel yang mempermainkan harga dan membuka peluang impor. “Perlu diantisipasi upaya mengail di air keruh yang merugikan rakyat kecil,” pungkasnya.