• Info MPR

Butuh Gerak Bersama Cegah Penyakit Menular Seksual Secara Menyeluruh

Agus Mughni Muttaqin | Rabu, 13/12/2023 19:15 WIB
Butuh Gerak Bersama Cegah Penyakit Menular Seksual Secara Menyeluruh Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat pada diskusi daring bertema Perlindungan Ibu Hamil dari HIV, Sifilis dan AIDS yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (13/12). (Foto: Humas MPR)

JAKARTA - Gerak bersama pencegahan penyakit menular seksual (PMS) mesti dilakukan secara menyeluruh berbasis semangat peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) nasional agar mampu melahirkan generasi penerus yang berdaya saing di masa datang.

"Di Indonesia salah satu penyakit yang berdampak pada kualitas SDM adalah PMS, pengetahuan dan perhatian masyarakat yang masih rendah terkait isu tersebut harus disikapi dengan konsisten dalam upaya menekan peningkatan jumlah kasus PMS," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat pada diskusi daring bertema Perlindungan Ibu Hamil dari HIV, Sifilis dan AIDS yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (13/12).

 

Lestari mengungkapkan, berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) jumlah kasus HIV (human immunodeficiency virus), yang merupakan salah satu PMS di Indonesia itu diperkirakan mencapai 515.455 kasus selama Januari-September 2023.

Dari jumlah kasus tersebut, 454.723 kasus atau 88% sudah terkonfirmasi orang dengan HIV (ODHIV). Berdasarkan kategori usia, pengidap HIV di Indonesia mayoritas berasal dari kelompok usia 25-49 tahun, sebanyak 69,9% dari total kasus.

Rerie, sapaan akrab Lestari mengungkapkan pada Mei 2023, Kemenkes juga mencatat bahwa kasus HIV dan sifilis meningkat, jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV mencapai 35%, lebih tinggi dibandingkan kasus HIV pada kelompok lainnya.

Berdasarkan catatan tersebut, ujar Rerie, memerlukan upaya bersama untuk mengangkat isu PMS seperti HIV dan sifilis agar masyarakat peduli terhadap upaya pencegahan dan mengatasi sejumlah penyakit tersebut.

Menurut Rerie, konstitusi UUD 1945 telah mengatur dan mengamanatkan perlindungan negara terhadap warganya.

Konstitusi sebagai dasar perlindungan, ujar Rerie, mesti diterjemahkan pada seluruh bidang kehidupan agar ragam masalah dapat ditelisik secara mendalam dan menyeluruh.

Langkah itu, tegas dia, harus diikuti dengan kerja kolektif untuk memutus masalah dengan solusi komprehensif, termasuk memberikan perlindungan kesehatan kepada para ibu yang akan melahirkan generasi penerus, dari tertular PMS.

Ketua Tim Kerja HIV/AIDS Kementerian Kesehatan RI, dr. Endang Lukitosari, MPH berpendapat bila isu peningkatan PMS seperti HIV, sifilis dan hepatitis dibicarakan setiap pekan akan sangat membantu dalam meningkatkan kepedulian masyarakat.

Menurut Endang, meski pihaknya berupaya melakukan skrining yang masif dan mempermudah akses pengobatan, masih adanya stigma terhadap penderita PMS menyebabkan proses pengobatan bagi para ODHIV dan penderita sifilis terhambat.

Kondisi tersebut, tambah Endang, menjadi kendala dalam pencapaian target zero HIV. Belum lagi, jelasnya, banyak terjadi proses pengobatan tidak berlanjut karena ODHIV merasa tidak ada gejala dan sehat.

Padahal, tegas Endang, bila ODHIV minum ARV secara teratur dalam jangka waktu tiga bulan berpotensi virusnya lebih terkendali dan tidak menular.

 

Selain itu, ujar Arofiq, pascaterdeteksi positif HIV anak dengan HIV juga harus dipastikan mendapatkan dukungan psikososial dan pendampingan dari lingkungannya.