JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mengatakan, kebijakan kesehatan nasional belum mampu menjawab permasalahan yang dihadapi para penderita kanker payudara di Indonesia. Sejumlah upaya harus segera dilakukan untuk mengatasi permasalahan itu.
"Berbagai upaya sosialisasi sudah cukup gencar dilakukan, tetapi ternyata kendala yang dihadapi penderita kanker payudara untuk mengakses layanan kesehatan masih saja terjadi," kata Lestari saat membuka diskusi daring bertema Pekerjaan Rumah dalam Memperingati Bulan Kesadaran Kanker Payudara yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (25/10).
Menurut Lestari, kendala yang masih dihadapi para penderita kanker payudara antara lain sulitnya mengakses pengobatan yang standar mau pun lanjutan.
Demikian juga, tambah Lestari yang juga penyintas kanker payudara itu, pengobatan paleatif dan ketersediaan obat untuk kanker HER 2 positif yang belum banyak tersedia, sehingga penderita harus terus berjuang untuk mendapatkan terapi yang tepat.
Rerie, sapaan akrab Lestari berpendapat, pekerjaan rumah dalam meningkatkan pelayanan pada penderita kanker payudara masih banyak, sementara kasus kanker payudara terus bertambah.
Rerie, mendorong agar masa tunggu pasien saat terdiagnosa kanker hingga mendapat tindakan, semakin pendek.
Rerie menilai perlu political will yang kuat dari para pemangku kebijakan untuk mengatasi sejumlah kekurangan pada pelayanan kesehatan, dalam upaya menekan angka penderita kanker payudara di tanah air.
Sementara itu, Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan, Lily Kresnowati mengungkapkan per September 2023 jumlah keanggotaan BPJS Kesehatan tercatat 262 juta orang atau 94,64% jumlah penduduk.
Cakupan kepesertaan itu, ujar Lily, tersebar di 27 provinsi dan 371 kabupaten/kota. Diakui dia, total pemanfaatan BPJS kesehatan meningkat dari tahun ke tahun.
Menurut Lily, proporsi biaya penyakit berdampak katastropik seperti kanker payudara pada 2022 meningkat berkisar 21,5%-28, 4% dari total pelayanan kesehatan rujukan.
Diakui Lily, BPJS Kesehatan juga bisa dimanfaatkan untuk skrining kanker, seperti kanker serviks dan kanker payudara yang bisa dilakukan satu tahun sekali.
Lily mengungkapkan, berdasarkan Perpres No 82 Tahun 2018, proses pelayanan kesehatan yang dibiayai BPJS Kesehatan dilakukan secara bertahap sesuai kebutuhan medis dan kompetensi fasilitas kesehatan dimulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) terdaftar, kecuali
dalam keadaan kegawatdaruratan medis.
Selain itu, tambah Lily, PerMenkes No 54 Tahun 2018 juga mengatur pemberian obat kanker dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat 3 atau fasilitas kesehatan tingkat 2 yang memiliki kapasitas untuk memberikan pelayanan kemoterapi, seperti memiliki tim onkologi, perawat onkologi, dan apoteker yang telah dilatih khusus untuk memberikan kemoterapi.
Lebih dari itu, ujar dia, fasilitas kesehatan itu juga harus memiliki prosedur yang teratur untuk penyimpanan, pengelolaan, peracikan, pemberian dan pengelolaan limbah kemoterapi serta memiliki ruang isolasi untuk pemberian kemoterapi agresif.