• News

Ternyata, Seperti Ini Gaya Hidup Sang Penyelamat Bumi

Pamudji Slamet | Selasa, 17/10/2023 08:38 WIB
Ternyata, Seperti Ini Gaya Hidup Sang Penyelamat Bumi Ilustrasi

JAKARTA - Bumi semakin panas, polusi kian ganas. Ini bisa diatasi selama masyarakat menerapkan gaya hidup ramah lingkungan.

Menurut laporan lembaga nirlaba pemerhati perubahan iklim, Climate Central, dalam rentang Juni-Agustus 2023 sebanyak 98 persen atau 7,95 miliar populasi manusia di 180 negara dan 22 wilayah, mengalami kenaikan suhu dua kali lebih tinggi. Kondisi ini dipicu oleh produksi karbon yang terperangkap dan memanaskan atmosfer bumi.

Saat ini, hidup di atas bumi yang semakin panas adalah keniscayaan tak terhindarkan.Hidup  terus berjalan, walau kenaikan suhu kain tak tertahankan. Pertanyaannya, apakah hidup seperti ini menjadi satu-satunya pilihan? tidak adakah peluang membangun kehidupan yang lebih baik? Jawabannya, ada. Masih dan akan selalu ada peluang membangun kehidupan yang lebih baik.

Namun, perlu dipahami bahwa untuk meraih kehidupan lebih baik, harus dimulai dengan mewujudkan bumi yang lebih baik. Apakah sulit? tidak. Terwujudnya bumi yang lebih baik bisa dimulai dengan gaya hidup yang lebih baik. Tak lain dan tak bukan, gaya hidup lebih baik itu adalah gaya hidup yang ramah lingkungan. Itu lah gaya hidup sang penyelamat bumi

Menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, gaya hidup yang
berorientasi ramah lingkungan dapat membantu mengatasi kenaikan suhu bumi akibat efek gas rumah kaca.

"Kita harus berani mengubah lifestyle (gaya hidup), laju kenaikan suhu bumi yang seolah melompat ini karena adanya gas-gas rumah kaca," kata Dwikorita di Jakarta, Senin (16/10/2023).

Dia berpandangan, penyebab utama perubahan iklim adalah karena penggunaan energi fosil yang berlebihan. Oleh karenanya dengan mengendalikan penggunaan energi tersebut dapat memitigasi kenaikan suhu yang diprediksi mencapai tiga kali lipat pada akhir abad ke-21.

Jika menerapkan gaya hidup ramah lingkungan, menurut Dwikorita, maka  masyarakat terdorong beralih menggunakan transportasi publik yang ramah lingkungan. Di samping itu mulai mau menggunakan kendaraan listrik dan memanfaatkan energi surya dalam kehidupan sehari-hari.

Gaya hidup ramah lingkungan juga bisa diterapkan dengan rutin melakukan penanaman. Tindakan in, kata Dwikorita, juga menjadi solusi agar emisi karbon yang dihasilkan dari efek gas rumah kaca bisa terserap.

Merujuk kepada data stasiun pemantau atmosfer global di Bukit Kototabang, Sumatera Barat, kata Dwikorita, diketahu adanya kenaikan konsenstrasi karbon dioksida (CO2) di Indonesia dalam 18 tahun terakhir.

"Tahun 2004 sekitar 372 ppm, sedangkan data terbaru tahun 2022 menjadi 412 ppm, berarti kenaikannya selama 18 tahun terakhir mencapai 40 ppm," katanya.

Kualitas kehidupan sangat bergantung kepada pilihan gaya hidup. Jika masyarakat memilih gaya hidup ramah lingkungan, maka hidup pun akan berkualitas. Dan dari gaya hidup itu pula, bumi pun turut terselamatkan.

FOLLOW US