• News

Paulus Tannos Ubah Kewarganegaan, KPK Tidak Dapat Lakukan Penangkapan

Budi Wiryawan | Jum'at, 11/08/2023 14:15 WIB
Paulus Tannos Ubah Kewarganegaan, KPK Tidak Dapat Lakukan Penangkapan Logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung KPK.(foto: KOMPAS.com)

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan keberadaan buronan kasus korupsi pengadaan e-KTP atau KTP elektronik, Paulus Tannos. Paulus disebut berada di luar negeri.

Kendati begitu, KPK tidak dapat menangkap yang bersangkutan. Sebab, Paulus Tannos sudah mengubah nama dan kewarganegaraannya.

"Karena memang namanya berbeda, kewarganegaraannya berbeda, tentu otoritas negara yang kami datangi dan ketika melakukan penangkapan itu tidak membolehkan untuk membawanya," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (11/8).

Juru bicara berlatar belakang jaksa menjelaskan bahwa menangkap seseorang di negara lain tidak bisa semena-mena. Di mana, Paulus Tannos telah mengganti identitas dan paspornya di Afrika Selatan.

"Karena memang seperti itu hukum hubungan internasional, hubungan dengan negara lain kan tergantung dari otoritas negara tersebut, karena melakukan penangkapan di negara lain kan kita tidak bisa semena-mena seperti halnya konteksnya menangkap di negara sendiri, di wilayah hukum sendiri, ini kan di wilayah hukum lain," jelas Ali.

"Oleh karena itu, dengan identitas yang berbeda, tentu kan tidak boleh dibawa," imbuhnya.

KPK memastikan bakal mengusut dan memproses hukum pihak-pihak di Indonesia yang membantu Paulus mengubah namanya.

"Apakah ada pihak lain yang sengaja mengubah namanya tadi itu dan termasuk mengubah namanya juga dilakukan di dalam negeri, itu yang terus nanti kami akan dalami," jelas Ali.

Untuk diketahui, KPK menetapkan Paulus bersama tiga orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP pada Agustus 2019.

Tiga orang tersebut ialah mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Isnu Edhy Wijaya; anggota DPR 2014-2019 Miriam S. Haryani; dan Ketua Tim Teknis Teknologi Informa

KPK menduga negara mengalami kerugian hingga Rp2,3 triliun dari proyek tersebut.

Sebelum ini, KPK juga sudah memproses hukum sejumlah orang. Mereka ialah mantan Ketua DPR Setya Novanto, mantan anggota DPR Markus Nari, dua pejabat di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yakni Irman dan Sugiharto.

Kemudian Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pihak swasta Andi Agustinus, Made Oka Masagung, serta keponakan Novanto, Irvanto Hendra Pambudi.

FOLLOW US