• News

Sahkan Perppu Ciptaker Jadi UU, Pemerintah dan DPR Dituding Langgar Konsitusi

Yahya Sukamdani | Selasa, 21/03/2023 23:01 WIB
Sahkan Perppu Ciptaker Jadi UU, Pemerintah dan DPR Dituding Langgar Konsitusi Unjuk rasa buruh menuntut pencabutan UU Omnibus Law di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (10/8/2022). Foto: dok katakini.com

JAKARTA – Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) menuding pemerintah dan DPR RI telah melenggar konstitusi akibat mengesahkan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-undang.

Demikian pernyataan KSPSI menyikapi pengesahan Perppu Cipta Kerja dalam sidang paripurna DPR RI hari ini, Selasa (21/3/2023).

“Ulah atau tindakan Presiden dan DPR telah menjadikan Indonesia menjadi Negara Anarkis di mana hukum atau peraturan perundang-undangan dengan mudahnya dilanggar justru oleh Pembuat UU itu sendiri dan karena itu saat ini Indonesia sedang menghadapi Darurat Konstitusi dan harus diselamatkan,” demikian salah satu poin pernyataan KSPSI yang ditandatangani oleh Keta Umum KSPSI Jumhur Hidayat dan Sekjen KSPSI Arif Minardi yang salinannya diterima katakini.com.

KSPSI menjabarkan, sejak UU N0. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja diterbitkan hampir semua masyarakat sipil Indonesia dan para intelektual langsung menyatakan ketidaksetujuannya. Penyebabnya, UU Ciptaker itu terlalu banyak pasal-pasal yang meminggirkan rakyat hampir di semua sektor seperti perburuhan, pertanian, pertanahan, kehutanan dan lingkungan serta kehidupan masyarakat adat.

“UU Cipta Kerja itu adalah jalan untuk menyingkirkan rakyat banyak yang dianggap akan mengganggu kaum oligarki dalam menguasai sumber-sumber kekayaan bangsa.”

Disamping melakukan aksi-aksi unjuk rasa, pengajuan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi pun dilakukan. Akhirnya pada 25 November 2021 diputuskan bahwa UU Cipta Kerja adalah Inkonstitusional Bersyarat yang harus diperbaiki dalam dua tahun. Bila tidak diperbaiki maka akan Inkonstitusional secara permanen.

Namun selama 13 bulan sejak putusan MK, Pembuat UU sama sekali tidak mengajak dialog pemangku kepentingan untuk memenuhi azas partisipasi yang berarti. Presiden malah membuat kembali Perppu tentang Cipta Kerja pada 30 Desember 2022 dengan alasan kegentingan yang memaksa.

Artinya di sini, kata KSPSI, Presiden sudah sewenang-wenang karena rumusan kegentingan yang memaksa telah dirumuskan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 bahwa kegentingan yang memaksa harus memenuhi tiga syarat: Pertama, adanya keadaanya itu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang; Kedua, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau ada undang-undang tetapi tidak memadai; Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan kendala yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

“Jadi jelas bahwa dengan menerbitkan Perppu itu Presiden telah mengabaikan konstitusi.”

Selanjutnya Perppu itu diajukan ke DPR untuk mendapat persetujuan atau penolakan. Sesuai Pasal 22 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.

Jelaslah bahwa masa persidangan berikut adalah yang terdekat dengan waktu terbitnya Perppu itu yaitu Masa Sidang DPR dari tanggal 10 Januari sampai 16 Februari 2023. Namun pada masa sidang itu DPR gagal memberikan persetujuan terhadap Perppu tersebut karena telah melewati Masa Sidang. Namun sekali lagi DPR tidak perduli konstitusi dan tetap seenaknya menyetujui Perppu tersebut pada masa sidang hari ini yaitu tanggal 21 Maret 2023.

“Dari kejadian-kejadian di atas maka dengan jelas dapat disaksikan bahwa alasan adanya kegentingan yang memaksa adalah bohong besar karena nyatanya tidak ada kebijakan pemerintah yang harus segera dikeluarkan demi kepentingan rakyat banyak kecuali untuk melayani oligarki bahkan justru dengan mengorbankan rakyat banyak termasuk kaum buruh/pekerja.”

Dengan gagalnya DPR memberi persetujuan pada  masa sidang terdekat semakin menguatkan bahwa kegentingan memaksa itu benar-benar tidak ada, karena masa sidang terdekat itu faktanya memiliki waktu cukup lama yaitu 35 hari yaitu dari tanggal 10 Januari hingga 16 Februari2023 dan tidak juga berhasil membuahkan persetujuan DPR atas Perppu Cipta Kerja tersebut.

FOLLOW US