• News

KRL Mania Minta Jokowi Tegur Menhub

Ananda Nurrahman | Sabtu, 31/12/2022 04:17 WIB
KRL Mania Minta Jokowi Tegur Menhub Penumpang KRL. Foto: kaicommuter/katakini.com

Jakarta  -Para pecinta pengguna KRL (Kereta Api Listrik) Jabodetabek (KRL Mania) menyatakan keberatan dengan rencana Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi soal tarif KRL.  Komunitas ini meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menegur Menhub rencana adanya pembeda tarif KRL antara si kaya dan miskin.

Humas KRL Mania Gusti dalam keterangan mengatakan, usulan Menhub Budi Karya dianggap dianggap kontroversial. Katanya, pengguna KRL adalah mereka yang rela menggunakan angkutan umum untuk memperlancar jalan di Jabodetabek. Sebagian pengguna memilih meninggalkan kenyamanan kendaraan pribadi, dan berdesakan di KRL commuter line .

Selain itu, penggunaan transportasi massal seperti KRL mengurangi melonjaknya BBM Subsidi dan Kompensasi, yang tahun ini saja dianggarkan lebih Rp260 triliun. "Dapat dibayangkan lonjakan APBN jika pengguna KRL sejumlah sekitar 800 ribu beralih menggunakan kendaraan pribadi, serta mengisi Pertalite dan Biosolar subsidi," bebernya.

Tidak hanya itu, Gusti menjelaskan bahwa pengguna KRL juga mengurangi emisi karbon di Jabodetabek. Menurut data, total emisi karbon dari sektor Transportasi di Jakarta saja mencapai 182 juta ton. Pemakaian 1 liter mobil bensin mengeluarkan emisi sekitar 2,3 kg karbon.

"Alasan lain adalah, praktek pembedaan tarif akan menyebabkan kerumitan. Selain kriteria yang tidak jelas, dapat terjadi kekacauan karena ada yang merasa berhak untuk duduk atau perlakuan lebih lain. Akan ada keributan antara `kaya` dan `miskin`, yang diakibatkan kebijakan tersebut," katanya.

Sama halnya dengan KRL Mania, Ketua Pengurus YLKI Tulus Abadi menilai bahwa Rencana tersebut merupakan ide yang absurd atau aneh. “Jadi wacana pembedaan tarif KRL atas dasar status sosial ekonomi penumpang KRL ini ide yang absurd,” kata Tulus.

Menurut Tulus, subsidi untuk angkutan umum, apalagi angkutan umum masal seperti KRL, merupakan subsidi yang paling tepat sasaran. “Kalau subsidi pada tarif KRL dibilang tidak tepat sasaran, lalu mau disebut apa subsidi Rp80 juta pada pengguna mobil listrik?,” ucap Tulus.

Lebih lanjut Tulus mengungkapkan, bahwa seharusnya pemerintah berterima kasih kepada masyarakat karena memilih angkutan umum. Terutama kepada mereka yang berdasi karena telah meninggalkan mobilnya dan beralih kepada angkutan umum baik KRL ataupun Transjakarta. “Yang artinya, mereka telah berkontribusi mengurangi kemacetan, polusi, risiko lakalantas dan bahkan mengurangi subsidi BBM itu sendiri,” bebernya.

 

FOLLOW US