• News

KPK Limpahkan Berkas Perkara Korupsi Helikopter AW-101

Budi Wiryawan | Rabu, 21/09/2022 17:30 WIB
KPK Limpahkan Berkas Perkara Korupsi Helikopter AW-101 Gedung KPK

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) limpahkan berkas perkara Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) dan pengendali PT Karsa Cipta Gemilang (KCG), Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway kepada tim jaksa.

Dengan begitu, tersangka Irfan Kurnia segera diadili atas kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut Agusta Westland (AW)-101 di TNI AU tahun 2016-2017.

"Karena kelengkapan isi berkas perkara dari hasil pemeriksaan tim jaksa terpenuhi dan tercukupi untuk syarat formil dan materilnya," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Rabu (21/9).

Ali mengatakan penahanan tersangka tetap dilanjutkan oleh tim jaksa selama 20 hari, terhitung 20 September 2022 sampai dengan 9 Oktober 2022 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih.

"Pelimpahan berkas perkara dan surat dakwaan, segera dilaksanakan Tim Jaksa dalam waktu 14 hari kerja ke Pengadilan Tipikor," terang Ali.

Diketahui, KPK telah menahan Irfan Kurnia pada 24 Mei hingga 12 Juni 2022. Setelah itu, masa tahanannya ditambah selama 40 hari.

Irfan ditahan setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Dalam proses penyidikan berjalan, tim penyidik sudah memeriksa 30 orang saksi.

Adapun upaya paksa penahanan ini dilakukan setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan Praperadilan yang diajukan Irfan beberapa waktu lalu.

Perkara ini bermula pada pada Mei 2015, di mana Irfan bersama Lorenzo Pariani (LP), salah satu pegawai perusahaan AW, menemui Mohammad Syafei (MS) yang saat itu menjabat sebagai Asisten Perencanaan dan Anggaran Kepala Staf TNI AU berpangkat Marsekal Muda TNI (bintang dua) di Markas Besar TNI AU Cilangkap, Jakarta Timur.

Dalam pertemuan itu, terdapat pembahasan di antaranya terkait pengadaan helikopter AW-101 dengan konfigurasi VIP/VVIP TNI AU.

Di lingkungan TNI AU, hanya ada satu skuadron udara yang memiliki armada dalam konfigurasi VIP/VVIP, yaitu Skuadron Udara 17 VVIP, yang kemudian organnya dimekarkan menjadi Skuadron Udara 45 VVIP (khusus helikopter angkut kepresidenan).

Irfan Kurnia yang juga salah satu agen AW, diduga memberikan penawaran harga pada Mohammad Syafei dengan mencantumkan harga satu unit helikopter AW-101 senilai 56,4 juta dolar AS.

Padahal, harga pembelian yang disepakati Irfan dengan pihak AW untuk satu unit helikopter AW-101 senilai 39,3 juta dolar AS (ekuivalen dengan Rp514,5 miliar).

Selanjutnya, pada November 2015, panitia pengadaan helikopter AW-101 VIP/VVIP TNI AU mengundang Irfan untuk hadir dalam tahap pra-kualifikasi dengan menunjuk langsung PT DJM sebagai pemenang proyek.

Namun, hal itu tertunda karena ada arahan Pemerintah untuk menunda pengadaan tersebut karena pertimbangan kondisi ekonomi nasional.

Pada 2016, pengadaan helikopter AW-101 VIP/VVIP TNI AU kembali dilanjutkan dengan nilai kontrak Rp738,9 miliar dan metode lelang melalui pemilihan khusus yang hanya diikuti dua perusahaan.

Dalam tahapan lelang itu, KPK menduga panitia lelang melibatkan dan mempercayakan Irfan dalam menghitung nilai harga perkiraan sendiri (HPS) kontrak pekerjaan.

Harga penawaran yang diajukan Irfan masih sama dengan harga penawaran pada 2015, yakni senilai 56,4 juta dolar AS, dan disetujui pejabat pembuat komitmen (PPK).

Irfan juga diduga aktif melakukan komunikasi dan pembahasan khusus dengan Fachri Adamy (FA) selaku pejabat pembuat komitmen (PPK).

Terkait persyaratan lelang yang hanya mengikutkan dua perusahaan, Irfan diduga menyiapkan dan mengkondisikan dua perusahaan miliknya untuk mengikuti proses lelang dan disetujui PPK.

Irfan juga diduga telah menerima 100 persen pembayaran. Faktanya, ada beberapa jenis pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak, di antaranya tidak terpasangnya pintu kargo dan jumlah kursi yang berbeda.

KPK menduga perbuatan tersangka Irfan Kurnia Saleh mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp224 miliar dari nilai kontrak Rp738,9 miliar.

FOLLOW US