• Info MPR

HNW Sosialisasikan Empat Pilar MPR dengan Pemuda Muhammadiyah Jawa Tengah

Akhyar Zein | Minggu, 22/05/2022 17:55 WIB
HNW Sosialisasikan Empat Pilar MPR dengan Pemuda Muhammadiyah Jawa Tengah Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, kerjasama MPR dengan Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Provinsi Jawa Tengah. Acara tersebut berlangsung di Hotel Le Beringin Kota Salatiga, Sabtu (21/5/2022) malam (foto: Humas MPR)

JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid MA, kembali mengoreksi Istilah Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan yang kerap di sebut masyarakat. Istilah itu menurut Hidayat, tidak boleh digunakan lagi, karena sudah dilarang oleh Mahkamah Konstitusi.

Sebagai gantinya digunakanlah istilah Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, (Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi negara, NKRI sebagai Bentuk Negara dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara).

Hal tersebut dikatakan HNW dihadapan Keluarga Besar Pimpinan Wilayah (PW) Pemuda Muhammadiyah Jawa Tengah,  

"Sosialisasi Empat Pilar MPR dengan masyarakat khususnya warga Muhammadiyah tidak dimaksudkan untuk menggurui, maupun seperti mengasini air laut. Karena saat ini, banyak orang yang sudah melupakan kesepakatan para pendiri bangsa. Bahkan ada kelompok masyarakat yang mencoba memisahkan bangsa Indonesia dari dasar dan ideologi serta konstitusi negaranya. Ada juga yang berniat menganti Pancasila dengan dasar dan ideologi yang kain," kata Hidayat Nur Wahid menambahkan.

Pernyataan itu disampaikan Hidayat Nur Wahid pada acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, kerjasama MPR dengan Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Provinsi Jawa Tengah. Acara tersebut berlangsung di Hotel Le Beringin Kota Salatiga, Sabtu (21/5/2022) malam.

Salah satu contoh banyaknya orang yang lupa terhadap UUD NRI Tahun 1945, kata Hidayat bisa ditemukan pada saat terjadi serangan Israel terhadap warga Palestina tahun 2021. Saat itu ada sekelompok orang yang mencemooh dan meributkan bantuan masyarakat Indonesia kepada warga Palestina. Tak hanya mencemooh, mereka juga mencoba mengusik aksi kemanusiaan tersebut.

"Mereka lupa bahwa alinea pertama pembukaan UUD NRI Tahun 1945 tegas mengatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Oleh karena itu bangsa Indonesia menolak penjajahan di atas dunia. Sikap seperti itu sudah dijaga dan dipertahankan oleh semua presiden Indonesia, dari Ir. Soekarno hingga Joko Widodo. Inilah buktinya bahwa kesepakatan para pendiri bangsa Indonesia seperti yang ada pada pembukaan UUD NRI 1945, itu harus selalu disosialisasikan agar senantiasa diingat dan terus dijalankan," kata Hidayat menambahkan.

Bukti banyaknya orang Indonesia yang melupakan kesepakatan para pendiri bangsa bisa juga ditemukan pada kasus maraknya aksi lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT).

Kasus ini mulai viral karena unggahan Deddy Corbuzier meski kemudian sang pemilik account meminta maaf dan menurunkan kontennya. Tetapi kasus LGBT kembali menghangat karena pengibaran bendera LGBT di Kedubes Inggris.

"Sila pertama dasar dan ideologi negara adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Inilah kesepakatan para pendiri bangsa. Pertanyaannya, agama mana yang mentolerir LGBT, pasangan yang mencintai sesama jenisnya. Mereka ini harus diingatkan, bahwa LGBT bertentangan dengan Pancasila. Dan inilah buktinya bahwa Pancasila masih sangat perlu disosialisasikan," kata Hidayat lagi.

Sementara upaya untuk mengganti Pancasila dengan dasar dan Ideologi yang lain, kata Hidayat pernah dilakukan oleh PKI. Melalui pemberontakan yang terjadi pada September 1948 dan 1965, PKI berusaha mengganti Pancasila dengan ideologi komunisme. Dimasa kini, upaya untuk merubah kesepakatan para pendiri bangsa masih terus dilakukan. Buktinya adalah munculnya RUU Haluan Ideologi Pancasila. Karena dalam RUU itu masih menyebut soal Trisila dan Ekasila. Itu berarti menurunkan derajat Pancasila. Dan tidak mengakui Kesepakatan para pendiri bangsa tentang dasar dan Ideologi negara, pada 18 Agustus 1945.

"Kesepakatan para pendiri bangsa tentang Pancasila dan UUD NRI 1945 sudah final. Bahkan, saat UUD diamandemen pada era reformasi, dinyatakan bahwa pembukaan UUD yang di dalamnya ada teks Pancasila tidak boleh diubah. Selain pembukaan, bentuk negara NKRI juga sudah final tidak boleh mengalami perubahan," kata Hidayat lagi.

Sejak dulu kata HNW para tokoh Islam, bersama non Islam dan nasionalis sudah saling mengikat satu sama lain. Karena itu Muhammadiyah menyebut bangunan permusyawaratan yang membentuk Indonesia sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah, artinya Negara kesepakatan dari perjanjian yang disepakati.

FOLLOW US