• Info MPR

Ahmad Basarah: Ibu Kota Nusantara Harus Strategis dari Aspek Ekonomi dan Politik

Akhyar Zein | Kamis, 27/01/2022 23:01 WIB
Ahmad Basarah: Ibu Kota Nusantara Harus Strategis dari Aspek Ekonomi dan Politik Ahmad Basarah (paling kiri) saat kunjungannya ke Ibu Kota Nusantara, Kalimantan Timur, Kamis (27/1/22). (foto: Humas MPR)

JAKARTA – Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah berharap Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi ikon persatuan nasional yang strategis, baik dari aspek pertahanan dan keamanan, aspek politik, juga aspek ekonomi.

Secara geografis, Kaltim  adalah ‘center of gravity’ bagi Indonesia melalui perhitungan silang garis hubung Sabang-Merauke dan garis hubung Pulau Miangas-Pulau Rote.

‘’Posisi ibu kota negara yang sangat sentral ini memungkinkan semua media komunikasi mulai dari frekuensi rendah sampai tertinggi dapat mengendalikan Alutsista di darat, laut dan udara dengan mudah. Itu sangat strategis dari aspek pertahanan dan nantinya harus strategis juga dari aspek ekonomi dan politik,’’ ujar Ahmad Basarah di sela-sela kunjungannya ke Ibu Kota Nusantara, Kalimantan Timur, Kamis (27/1/22). Ia mengunjungi IKN bersama Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, serta lima wakil ketua MPR RI lainnya.

Menurut Ahmad Basarah, sejak zaman Presiden Soekarno, pulau Kalimantan sebenarnya sudah lama dilirik untuk menjadi lokasi ibu kota Republik Indonesia. Bung Karno sempat menggagas pemindahan ibu kota negara ke  Palangkaraya saat meresmikan Palangkaraya sebagai ibu kota Propinsi Kalimantan Tengah pada 1957.

‘’Bahkan Presiden Soekarno sempat dua kali mengunjungi langsung potensi kota Palangkaraya untuk menjadi ibu kota negara. Bung Karno menilai posisi Palangkaraya unik karena berada tepat di tengah-tengah Indonesia. Namun, rencana itu gagal karena kesulitan penyediaan barang bangunan di samping banyak desakan beberapa duta besar yang menginginkan Jakarta tetap menjadi ibu kota negara,’’ jelas Ketua Fraksi PDI Perjuangan itu.

Usai mengunjungi lokasi IKN, Ahmad Basarah tambah optimis IKN akan menjadi center of gravity Indonesia berdasarkan  lima pertimbangan. Pertama, risiko bencana alam di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kutai Karta Negara yang menjadi IKN itu sangat minim. Kedua, lokasinya di tengah-tengah wilayah Indonesia. Ketiga, lokasi kedua kabupaten berdampingan dengan dua kota yang berkembang, Balikpapan dan Samarinda. Keempat, Kaltim memiliki infrastruktur yang cukup lengkap. Kelima, lahan yang dikuasai pemerintah 180 ribu hektare, atau hampir tiga kali lipat lahan  yang dikuasai pemerintah di DKI Jakarta.

‘’Kendati demikian, satu hal perlu saya ingatkan agar semua pihak memperhatikan ‘’local wisdom’’ saat melaksanakan gagasan besar ini. Jangan sampai rencana pemindahan IKN itu hanya akan menimbulkan gejolak sosial, baik akibat kecemburuan sosial-ekonomi atau perampasan hak-hak kepemilikan tanah masyarakat setempat,’’ ujar politisi dari partai ‘’wong cilik’’ ini.

Ahmad Basarah mengajak semua elemen bangsa mendukung gagasan pemindahan IKN demi kebaikan rakyat Indonesia. Gagasan memindahkan ibukota dari Jakarta bukan hal yang baru. Presiden Soeharto pernah berniat memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Jonggol, Jawa Barat. Pemerintah Hindia Belanda juga pernah berencana memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Bandung pada 1906. Bandung dijadikan pusat komando militer pemerintah Hindia Belanda, Departemen Peperangan (Departement van Oorlog) memindahkan berbagai instalasi dan personil sejak 1816 sampai tahun 1920.

‘’Belanda sejak awal melihat Jakarta tidak tepat menjadi ibu kota karena secara geografis kota ini berada di daerah pantai yang rendah dan akrab dengan berbagai penyakit menular seperti malaria dan diare,’’ pungkas Ahmad Basarah.

 

FOLLOW US