• News

Australia Catat Rekor Suhu 50 Derajat, Terpanas dalam 62 Tahun

Yati Maulana | Jum'at, 14/01/2022 11:25 WIB
Australia Catat Rekor Suhu 50 Derajat, Terpanas dalam 62 Tahun Suhu di Australia Barat hari ini, Jumat 14 Januari 2022 mencapai 50 derajat, yang terpanas dalam 62 tahun. Foto: Reuters

JAKARTA - Pihak berwenang Australia memperingatkan warganya untuk tinggal di dalam rumah pada hari Jumat, 14 Januari 2022. Hari ini diperkirakan gelombang panas yang parah di sepanjang pantai barat laut yang mengakibatkan suhu naik menjadi 50,7 derajat Celcius (123 derajat Fahrenheit). Angka ini merupakan yang tertinggi dalam 62 tahun yang lalu.

Ilmuwan dan aktivis iklim telah membunyikan alarm bahwa pemanasan global akibat emisi gas rumah kaca yang didorong manusia, terutama dari bahan bakar fosil, hampir tidak terkendali.

Tahun-tahun terpanas di planet ini dalam catatan semuanya terjadi dalam dekade terakhir, dengan 2021 menjadi yang terpanas keenam. Demikian ditunjukkan oleh data Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional AS pekan ini seperti dilansir dari Reuters.

Sebuah wilayah pertambangan biji besi di barat laut, Pilbara Australia, di mana suhu mencapai rekor tertinggi pada hari Kamis, dikenal dengan kondisi panas dan kering, dengan suhu biasanya berkisar di atas tiga puluhan sepanjang tahun ini.

Australia adalah salah satu penghasil emisi karbon per kapita terbesar di dunia, tetapi pemerintah telah menolak untuk mundur dari ketergantungannya pada batu bara dan industri bahan bakar fosil lainnya, dengan mengatakan bahwa hal itu akan merugikan pekerjaan.

Para ilmuwan telah menemukan bahwa kenaikan suhu dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat dan produktivitas tenaga kerja di luar ruangan, yang mengakibatkan kerugian ekonomi miliaran dolar.

Menurut sebuah studi global yang diterbitkan minggu ini oleh para peneliti di Duke University, Australia kehilangan rata-rata A$10,3 miliar atau sekitar Rp 103 triliun dan 218 jam produktif setiap tahun dalam dua dekade terakhir karena panas. Mereka memperingatkan bahwa kerugian ini akan semakin dalam dalam beberapa dekade mendatang ketika dunia menuju pemanasan global 1,5 derajat di atas masa pra-industri.

"Hasil ini menyiratkan bahwa kita tidak perlu menunggu 1,5°C pemanasan global untuk mengalami dampak perubahan iklim pada tenaga kerja dan ekonomi. Pemanasan masa depan tambahan memperbesar dampak ini," kata penulis utama Luke Parsons.

FOLLOW US