• Info MPR

Butuh Keberpihakan Lebih Atasi Stunting dan Kekerasan Seksual Anak

Akhyar Zein | Rabu, 29/12/2021 10:12 WIB
Butuh Keberpihakan Lebih Atasi Stunting dan Kekerasan Seksual Anak Wakil Ketua MPR RI, Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid MA (foto: bio.or.id)

JAKARTA,-  Wakil Ketua MPR RI, Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid MA, mengajak  para kader Posyandu serta  tim PKK untuk meningkatkan kebersamaan,  fokus mencegah dan mengatasi permasalahan stunting juga kekerasan seksual yang semakin marak terjadi pada anak-anak.

Menurutnya pembelaan dan pembenahan institusi keluarga adalah pijakan penting untuk solusi yang fundamental dan jangka panjang, mengatasi persoalan stunting dan kekerasan seksual terhadap anak-anak.

“Perlu keberpihakan dan kepedulian lebih dari kita semua untuk mengatasi masalah keluarga dan anak-anak. Khususnya masalah stunting dan kekerasan seksual pada anak, agar kita bisa menyelamatkan institusi keluarga dan masa depan bagi generasi mendatang,” ujar Hidayat kepada kader Posyandu dan PKK di kelurahan Cipedak, Jagakarsa, dan Rawajati, Pancoran, Selasa (28/12/2021).

Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia tahun 2019, prevalensi stunting pada anak di Indonesia mencapai 27,7%. Angka ini lebih tinggi dari rata-rata dunia yang berada di angka 22,2% dan batas yang ditoleransi WHO sebesar 20%.

“Ini sangat menyedihkan, bagaimana mungkin anak-anak bisa tumbuh sehat, baik, cerdas, dan berkualitas, jika sejak balita mereka sudah kekurangan gizi,” ujarnya.

Sebagai bentuk kepedulian yang konkret, HNW memberikan bantuan untuk pelaksanaan Program Tambahan Makanan (PTM) kepada Posyandu di Pancoran, Jakarta Selatan. Bantuan tersebut diterima dengan antusias oleh kader-kader Posyandu.

Masalah kekerasan seksual pada anak kata HNW, panggilan akrab Hidayat Nur Wahid juga tidak kalah mengkhawatirkan. Berdasarkan data KemenPPPA, dari 20.734 kasus kekerasan yang terjadi selama tahun 2021, sekitar 13 ribu atau 62% di antaranya terjadi pada anak usia di bawah 18 tahun. Sebagian besar kasus kekerasan tersebut adalah kekerasan seksual.

“Tahun 2021 bahkan dianggap sebagai tahun darurat kekerasan seksual pada anak lantaran jumlah dan cakupan kasusnya yang cukup masif. Jika ini terus terjadi maka akan sangat merusak moral dan mental generasi milenial. Merusak dan melemahkan institusi keluarga sebagai pilar penting kehidupan bangsa,” lanjutnya.

Sebagai bentuk dukungan nyata terhadap kegiatan PKK dalam menguatkan institusi keluarga,  HNW juga memberikan bantuan untuk operasional PKK, yang diterima oleh Penggerak PKK di setiap RW di Kelurahan Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Solusi fundamental untuk mengatasi permasalahan tersebut, menurut HNW antara lain dengan menyelamatkan dan memperkuat institusi keluarga. Dalam hal ini Fraksi PKS di DPR-RI memiliki gagasan solutif yang tertuang dalam RUU Ketahanan Keluarga.

PKS telah ajukan RUU Ketahanan Keluarga agar ada rujukan kuat bagi penguatan institusi dan anggaran bagi program-program pemberdayaan keluarga berbasis kemasyarakatan. Seperti yang selama ini dijalankan oleh ibu-ibu di PKK,” sambungnya.

Selain itu, penting juga dikuatkan peran dari tokoh agama melalui RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama, yang juga sudah diajukan PKS dan dibahas di Badan Legislasi DPR-RI.

“Jika tokoh agama terlindungi dan dihormati, maka tugas institusi keluarga akan terbantu dengan adanya rujukan norma dan keagamaan, khususnya bagi perempuan dan anak, dalam menguatkan eksistensi dan institusi keluarga. Mencegah terjadinya beragam bentuk kekerasan maupun pelecehan seksual terhadap anak-anak,"ujarnya.

"Dan untuk itu FPKS DPR-RI mendukung pemberantasan segala bentuk kejahatan dan kekerasan seksual terhadap anak-anak. Dan mengusulkan agar diberlakukan hukuman terberat yaitu hukuman mati, sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Anak,” sambungnya.

Jika institusi keluarga dan keagamaan sudah bisa kokoh, kata HNW maka yang tidak kalah penting adalah memastikan peran dan kehadiran Negara sebagai katalisator dalam mendukung program-program perlindungan dan pemberdayaan bagi perempuan dan anak.

“Dalam konteks ini kami terus mendesak agar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dikuatkan kelembagaan dan anggarannya, agar bisa berkontribusi maksimal menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh institusi keluarga, perempuan dan anak di Indonesia. Hal yang makin penting di era pandemi covid-19 dengan segala dampak negatifnya pada institusi keluarga, perempuan dan anak-anak,” pungkasnya.

FOLLOW US