• News

Gelora Minta Polri Lebih Terbuka Soal Kasus Kekerasan pada Ulama

Yahya Sukamdani | Rabu, 29/09/2021 23:15 WIB
Gelora Minta Polri Lebih Terbuka Soal Kasus Kekerasan pada Ulama Ketua Umum DPP Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Anis Matta. Foto: tangkapanlayar/katakini.com

JAKARTA  – Kekeras terhadap pemuka agama, seperti ulama dan ustadz masih terus berulang. Kekerasan tersebut bahkan sering berakibat para ulama dan ustadz meninggal dunia.

Kondisi seperti ini dinilai oleh Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Anis Matta sangat berpotensi menimbulkan keresahan di masyarakat.

“Sehingga peran Polri sangat sentral dalam upaya meredam keresahan masyarakat akibat persoalan tersebut,” kata Anis dalam Gelora Talks tentang “Kekerasan Terhadap Pemuka Agama Terus Berulang, Dimanakah Negara?” di Jakarta, Rabu (29/9/2021).

Anis mengatakan, selama ini masyarakat masih merasa belum mendapat penjelasan yang memadai dari Polri sebagai institusi negara yang berwenang. Padahal penjelasan yang tidak memadai dapat menimbulkan keresahan yang berujung kepada perlawanan, bahkan bisa memunculkan pengadilan jalanan atau street justice.

“Sekarang saja mulai muncul potensi street justice, seperti misalnya dengan imbauan beberapa Ormas Islam agar kadernya mengawal dan menjaga para ulama,” ujarnya.

Senada dengan Anis Matta, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhyiddin Junaidi mengatakan, respons pemerintah terhadap maraknya kekerasan dan pembunuhan terhadap ulama masih kurang memuaskan.

“Hampir semua pelaku kekerasan terhadap ulama dinyatakan orang dalam gangguan jiwa (ODGJ) dan berhenti hanya sampai pada tahap pemeriksaan polisi, jarang yang sampai ke pengadilan,” kaya Muhyiddin.

Kondisi seperti inilah yang membuat ketidakpuasan masyarakat, sehingga penafsiran masyarakat beragam, termasuk dikait-kaitkan dengan PKI.

“Apalagi kekerasan yang menimpa ulama itu terjadi di bulan September yang secara historis memang memiliki keterkaitan antara tragedi para ulama yang diakibatkan oleh kekejaman PKI,” tuturnya.

Kriminolog dan ahli psikologi forensik Reza Indra Giri mengatakan tidak semua ODGJ tidak bisa dipidanakan.

Mengacu pada Pasal 44 ayat 2 KUHP, ODGJ sebenarnya bisa juga diproses hingga pengadilan.

“Nanti bisa saja hakim memutuskan bahwa ODGJ ini harus disembuhkan alias di bawa ke Rumah Sakit Jiwa. Jadi tidak hanya berhenti prosesnya di kepolisian,” kata Reza.

Menurut Reza, selama Pasal 44 ayat 2 tersebut tidak direalisasikan.

“Jadi kita tidak bisa menyalahkan masyarakat bila muncul sikap skeptis dan keresahan di mereka,” katanya.

Kabag Penum Div Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan menjelaskan, selama ini kejadian kekerasan yang menimpa para ulama belum terlihat adanya skenario yang mengarah kepada kekerasan ke pemuka agama.

“Berdasarkan hasil pemeriksaan dengan fakta-fakta yang ada, tidak ada keterkaitan antara satu kejadian dengan kejadian serupa yang lain,” kata Ramadhan.

Polri sebagai penegak hukum, lanjut Ramadhan, selalu profesional dalam stiap penanganan kasus, yakni sesuai fakta-fakta yang akurat dan valid.

“Kami berharap, masyarakat untuk tidak mengaitkan kepada sesuatu yang tidak berdasarkan fakta,” katanya.

“Soal perasaan, tentu sama, karena mayoritas polisi juga muslim. Tapi hukum memerlukan pembuktian, bukan dengan perasaan,” imbunya.

Polri juga menurut Ramadhan, selama ini selalu terbuka atas segala masukan dari masyarakat. Bahkan Polri juga banyak melibatkan masyarakat, termasuk tokoh-tokoh agama dalam upaya melakukan pencegahan tindakan kriminal di masyarakat, termasuk kepada para tokoh agama.

 

 

FOLLOW US