• News

Komunitas Sikh Akan Bertahan di Afghanistan Dibawah Taliban

Akhyar Zein | Selasa, 07/09/2021 09:14 WIB
Komunitas Sikh Akan Bertahan di Afghanistan Dibawah Taliban Taliban menemui minoritas Sikh dan Hindu Afghanistan dan menjamin keamanannya (foto: ToI/ hidayatullah.com)

Katakini.com,- Skeptisisme terlihat jelas di antara anggota komunitas kecil Sikh di Gurdwara Bagh-e-Bala di lingkungan perbukitan Kabul, ibu kota Afghanistan yang dilanda perang, saat mereka bersikeras untuk tinggal di tanah air mereka di bawah kekuasaan Taliban.

Komunitas kecil Sikh dan Hindu yang masih tinggal di Kabul, serta provinsi Ghazni, Jalalabad, Khost, dan Kandahar, tidak berencana meninggalkan tanah air mereka dan bersedia hidup di bawah kekuasaan Taliban, kata Manmohan Singh Sethi, wakil ketua Komite Gurdwara di Kabul.

Afghanistan memiliki sekitar 35 juta penduduk, dengan hampir 99,7 persen di antaranya adalah Muslim.

Sethi mengatakan hanya ada 150 keluarga Sikh dan Hindu yang tersisa di negara itu, dengan mayoritas anggota mereka telah bermigrasi ke India selama 20 tahun terakhir.

Sikh dan Hindu menetap di Afghanistan selama ribuan tahun, menurut Sethi, yang merupakan seorang pengusaha.

"Kami tidak ingin meninggalkan negara kami, terlepas dari siapa yang berkuasa di Afghanistan," tutur dia.

Beberapa anggota kelompok itu berkeinginan untuk pindah ke India karena ikatan agama mereka dengan negara Asia Selatan dan mereka mengatakan sedang menunggu penerbangan internasional dari Bandara Hamid Karzai di Kabul.

"Kami pasti akan kembali ke tanah air kami," ujar dia.

Meski keluarga Sikh dan Hindu di Afghanistan pernah berjumlah ribuan, mayoritas mereka pergi selama beberapa dekade konflik yang dimulai pada 1979 dengan invasi Uni Soviet di Afghanistan.

 

Kelompok Sikh desak Taliban lindungi hak-hak minoritas

Anggota komunitas Sikh Afghanistan tidak memiliki masalah hidup di bawah pemerintahan Taliban, kata Talwindar Singh Chawla, yang pindah ke Kabul dengan banyak anggota Sikh dan Hindu lainnya dari seluruh negeri.

"Yang mereka inginkan adalah hak-hak mereka sebagai minoritas di negara ini dilindungi," kata dia.

Saat Taliban melakukan serangan cepat baru-baru ini di seluruh negeri, mayoritas dari dua komunitas itu datang ke Kabul dan tinggal di sebuah kuil di lingkungan Katre Pawran.

Namun, setelah ibu kota jatuh, delegasi Taliban pergi ke kuil dan meyakinkan mereka akan keselamatan mereka.

"Saya terus berhubungan dengan Presiden Komite Gurdwara di Kabul. Bahkan hari ini, para pemimpin Taliban datang ke Gurdwara Sahib dan bertemu dengan orang-orang Hindu dan Sikh dan meyakinkan mereka," kata Chawla.

Dia juga mendesak masyarakat internasional, khususnya Turki, untuk membantu minoritas dan membantu membangun kembali negara itu.

 

Hindu dan Sikh di Afghanistan

Umat Hindu dan Sikh telah menetap di Afghanistan selama ribuan tahun. Banyak masyarakat yang bekerja di bidang perdagangan dan jamu.

Pada 1940-an, populasi Sikh dan Hindu Afghanistan telah meningkat menjadi 250.000 orang.

Komunitas itu secara signifikan dihancurkan oleh penjajahan Soviet pada 1979 dan perang saudara yang terjadi berikutnya.

Beberapa dari mereka menetap di Amerika Utara dan Eropa, sementara mayoritas pergi ke India dan Pakistan.

Taliban mengizinkan mereka untuk tinggal di negara itu dan beribadah menurut ritual agama mereka, serta menyebut mereka sebagai "dhimmah," sebuah istilah yang digunakan untuk non-Muslim yang tinggal di negara Islam.

Mayoritas Sikh dan Hindu di Afghanistan mengadopsi tradisi Afghanistan untuk berbaur dengan budaya lokal.

Beberapa di antara mereka berkomunikasi dalam bahasa Pashto atau Dari, yang merupakan bahasa resmi di Afghanistan, tetapi hanya berbicara bahasa Punjabi di rumah.

Pada 2018, sedikitnya 20 orang tewas dalam serangan bom bunuh diri di kota timur Jalalabad, yang menargetkan konvoi umat Hindu dan Sikh.

Tahun lalu, 25 orang tewas dalam serangan bersenjata di sebuah kuil Sikh di lingkungan Shorbazar di Kabul, di mana Daesh kemudian mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.

 

Krisis ekonomi

"Tidak ada yang tersisa di sini, bagaimana saya bisa hidup tanpa anggota keluarga saya yang lain," kata seorang Sikh sambil menyesali kepergian kerabat yang telah meninggalkan negara itu atau tewas dalam pertempuran, mengacu pada serangan di Jalalabad dan Kabul.

Dia mengatakan tidak ada yang bisa dilakukan di sini tanpa uang karena tidak ada pekerjaan atau prospek bisnis.

Beberapa anggota komunitas Sikh memiliki restoran di dekat kuil Bagh-e-Bala, meskipun bisnis mereka tampaknya berkurang karena kondisi politik dan ekonomi saat ini.

Kemiskinan terlihat di jalan-jalan Kabul, di mana orang-orang kesusahan mencari roti.

Namun, ada juga gedung-gedung tinggi dengan pusat perbelanjaan, restoran, dan apartemen kelas atas, yang menunjukkan kesenjangan kekayaan antara orang kaya dan miskin.

Karena aset pemerintah disimpan di luar negeri, Taliban kekurangan uang tunai dan penduduk kurang percaya pada kebijakan ekonomi pemerintahan yang akan datang.

Afghanistan sudah diblokir dari mengakses sumber daya di Dana Moneter Internasional, termasuk sekitar USD440 juta cadangan dana baru, karena kurangnya kejelasan seputar struktur pemerintahan masa depan negara itu.

Para pejabat AS mengatakan bahwa aset bank sentral Afghanistan sekitar USD10 miliar di luar negeri akan tetap berada di luar jangkauan Taliban.(AA)

FOLLOW US