• News

LaNyalla: Negara Wajib Menjamin Akses Masyarakat pada Layanan Publik

Yahya Sukamdani | Rabu, 28/07/2021 18:15 WIB
LaNyalla: Negara Wajib Menjamin Akses Masyarakat pada Layanan Publik Ketua DPD RI, LaNyalla Mattalitti. Foto: dpdri/katakini.com

JAKARTA - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyampaikan bahwa negara wajib menjamin masyarakat dapat mengakses berbagai layanan publik.

“Negara wajib menjamin hak masyarakat untuk dapat mengakses berbagai jenis pelayanan dalam memenuhi kepentingan dan kebutuhan masyarakatnya. Paradigma yang demikian kita kenal dengan Paradigma New Public Services,” kata LaNyalla dalam zoominar tentang Transformasi Digital Pelayanan Publik dengan Artificial Intelligence, Big Data dan Smart Block Chain, yang diadakan oleh Pusat Studi Politik Pembangunan Daerah (PSP2D) dan Pusat Kajian dan Advokasi Persaingan Usaha (PUSKAPU), Rabu (28/7/2021).

Menurutnya, DPD telah menyetujui RUU tentang Pelayanan Publik dalam Sidang Paripurna DPD RI pada Masa Sidang V Tahun Sidang 2020- 2021, 16 Juli lalu.

RUU usul inisiatif DPD RI tersebut telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2020-2024 dan diharapkan dapat dibahas oleh DPR bersama Pemerintah pada tahun 2022 sebagai Prolegnas Prioritas 2022.

Dijelaskannya, pengaturan dalam RUU Pelayanan Publik diharapkan mampu menjawab tantangan untuk 10 tahun ke depan. Terlebih dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, yaitu Artificial Intelligence, Bigdata, Block Chain, Nano teknologi dan sebagainya.

Menurut LaNyalla, Indonesia harus mampu mengadopsi semua hal tersebut dalam penyelenggaraan Pelayanan Publik di Indonesia.

“Kita percaya bahwa teknologi itu akan memudahkan, membuat efektif, efesien, transparan dan akuntabel dalam penyelenggaraan Pelayanan Publik,” katanya.

LaNyalla menyebut, di sejumlah negara Pelayanan Publik secara digital sangat cepat diadaptasi oleh warganya. Dengan menyelenggarakan pelayanan publik secara digital, negara dapat menghemat biaya yang selama ini cukup besar.

“Karena dapat menghemat penggunaan kertas, pelaksana teknis, biaya honor pegawai, sewa ruangan, serta biaya-biaya lain yang dikenal dengan opportunity cost. Bahkan dapat direduksi hingga 20% atau lebih,” ucap LaNyalla.

Menurut LaNyalla, paradigma Pelayanan Publik ke depan adalah bagaimana negara menempatkan warga negaranya sebagai subjek pelayanan, bukan objek dari pelayanan tersebut.

LaNyalla menganggap new public services sangat dibutuhkan terutama setelah pandemi Covid-19 melanda dunia. Hal itu lantaran pandemi Covid membuat kebiasaan masyarakat menjadi berubah, contohnya seperti perubahan dalam sebuah kegiatan di mana sejak pandemi, pertemuan atau seminar secara daring/online telah menjadi hal yang lumrah.

“Kondisi tersebut menuntut kita untuk mampu beradaptasi dengan dunia digital, dunia yang semuanya difasilitasi melalui fasilitas teknologi digital,” urai LaNyalla.

LaNyalla pun mengingatkan, penduduk Indonesia yang berjumlah 271 juta jiwa kini didominasi oleh kelompok millennial (Gen Y) dan post-millennial (Gen Z dan Post-Z) yang secara karakteristik merupakan digital natives atau orang-orang yang sejak dini telah akrab dengan teknologi. Dengan luas wilayah Indonesia yang memiliki 17.491 pulau, tentu akan efektif jika dapat dilayani oleh negara dengan mengadopsi teknologi digital.

“Dengan demikian urusan warga negara yang berkaitan pemenuhan kebutuhan dasar dan urusan wajib pemerintah dapat diselesaikan dari secara cepat, tepat, efektif dan efesien,” jelas LaNyalla.

Pelayanan Publik bidang kependudukan, kesehatan, pendidikan, pertanahan, keagamaan, investasi, perizinan, non-perizinan, dan lain-lain dapat diselesaikan dengan cepat dan mudah.

"Semua ini tentu akan menjawab stereotipe birokrasi yang pernah kita dengar, sulit, berbelit-belit, rente dan cenderung korup tentu akan segera tuntas,” tegasnya.

FOLLOW US