• News

Pemerintah Buka Peluang Kategorikan Kelompok Bersenjata di Papua Sebagai Teroris

Akhyar Zein | Rabu, 24/03/2021 06:43 WIB
Pemerintah Buka Peluang Kategorikan Kelompok Bersenjata di Papua Sebagai Teroris Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua (foto: ist)

Katakini.com - Pemerintah Indonesia membahas kemungkinan kelompok bersenjata di Papua dikategorikan sebagai organisasi teroris.

Namun Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan organisasi advokasi HAM Kontras meminta pemerintah tidak gegabah dengan rencana tersebut.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar menyatakan telah menggagas pembahasannya dengan sejumlah kementerian/lembaga.

Boy mengatakan, kelompok bersenjata di Papua yang menyebut dirinya Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) itu layak disebut sebagai organisasi teroris karena menggunakan kekerasan dengan senjata api sehingga menimbulkan efek ketakutan di masyarakat.

"Kondisi real di lapangan sebenarnya dapat dikatakan telah melakukan aksi teror," jelas Boy Rafli Amar saat rapat dengan DPR pada Senin.

Dia juga membuka kemungkinan untuk memberi saran kepada Presiden Joko Widodo agar mengategorikan kelompok bersenjata yang telah banyak membunuh aparat negara serta masyarakat sipil itu sebagai organisasi terlarang di Indonesia.

"Kami tidak bisa putuskan itu sendiri dan kami sedang melakukan diskusi," tambah dia.

Berdasarkan pengamatan kondisi di lapangan, Badan Intelijen Negara (BIN) juga menyatakan tindakan yang dilakukan kelompok bersenjata sejajar dengan organisasi teroris.

Menurut Juru Bicara BIN Wawan Hari Purwanto, tindakan kelompok bersenjata di Papua sering mengakibatkan jatuhnya korban jiwa maupun kerugian harta benda dari aparat keamanan dan masyarakat sipil.

"Desakan untuk memasukkan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dalam kategori organisasi teroris terus disampaikan oleh sejumlah kalangan. Hal tersebut tentunya tidak lepas dari fakta-fakta mengenai sepak terjang yang telah dilakukan oleh KKB selama ini," kata Wawan Hari Purwanto kepada Anadolu Agency melalui pesan singkat pada Selasa.

Bahkan kata dia, kelompok itu sering mengintimidasi pejabat pemerintah daerah untuk memaksa mendukung aksinya.

"Aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok bersenjata telah menimbulkan efek ketakutan yang meluas di kalangan masyarakat," tambah dia.

Tindakan yang dilakukan kelompok bersenjata, kata dia, sesuai dengan definisi terorisme dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018.

"KKB pada dasarnya sejajar dengan organisasi teroris yang menjadi musuh bersama dan harus ditindak tegas," pungkas Wawan.


Pemerintah diminta tidak gegabah

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta pemerintah untuk tidak gegabah dalam menilai kondisi di Papua.

Komisioner Komnas HAM Amirudin Al Rahab mengatakan perlu kajian lebih mendalam serta komunikasi dengan semua pihak terkait pemberian kategori tersebut.

"Jadi jangan terlalu emosional," kata Amiruddin kepada wartawan pada Selasa.

Komnas HAM, kata Amiruddin, akan berkomunikasi dengan BNPT dan membahas mengenai usulan itu.

"[Komnas HAM] akan bertanya lebih dalam dari perspektif penegakan HAM dan penghormatan pada HAM oleh semua pihak," kata dia.

Sementara itu LSM Pemerhati HAM Kontras khawatir dengan definisi terorisme yang terlalu luas dalam UU Nomor 5 Tahun 2018.

Menurut Wakil koordinator Bidang Advokasi Kontras Arif Nur Fikri, pemerintah bisa dengan mudah menyebut kelompok berbasis agama atau sosial politik yang kritis kepada pemerintah sebagai organisasi teroris.

"Ini yang sebenarnya kita kritik sejak awal terkait dengan definisi Terorisme yang terlalu luas. Mungkin kali ini OPM, kita tidak tahu mungkin ke depan kelompok yang mengkritisi pemerintah," kata Arif Nur Fikri kepada wartawan pada Selasa.

"Jadi pertanyaan bagaimana jika gerakan OPM yang tidak menggunakan kekuatan bersenjata apakah akan dikatakan sebagai terorisme juga?" tanya Arif.

Dia juga mengingatkan pemerintah bakal memiliki kewajiban untuk melakukan pemulihan jika mengategorikan kelompok bersenjata di Papua sebagai organisasi teroris.

"Apakah dengan memasukkan OPM sebagai terorisme adalah sebagai upaya pemerintah untuk melegalkan operasi yang sebenarnya sudah dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan TNI/Polri di Papua," pungkas Arif.

Sebelumnya, berdasarkan data dari Polda Papua sepanjang 2020 telah terjadi sebanyak 46 kasus kekerasan yang di lakukan oleh kelompok bersenjata.

Dari 46 kasus kekerasan oleh kelompok bersenjata, sebanyak 9 orang korban meninggal dunia. Mereka terdiri dari 5 orang warga sipil, 2 anggota TNI dan 2 anggota Polri.

"Sedangkan korban yang mengalami luka sebanyak 23 orang yakni 10 orang warga sipil, 7 anggota TNI dan 6 anggota Polri," kata Juru Bicara Polda Papua Ahmad Musthofa.

FOLLOW US