• Info MPR

HNW: Presiden Semestinya Menarik Perpres Izin Investasi Miras.

Akhyar Zein | Jum'at, 26/02/2021 18:02 WIB
HNW: Presiden Semestinya Menarik Perpres Izin Investasi Miras. Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid


Katakini.com - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA, prihatin dan mengkritisi keputusan Presiden Joko Widodo membuka keran investasi untuk industri minuman keras mengandung alkohol sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.

HNW sapaan akrab Hidayat  mengatakan, dibukanya investasi  Miras beralkohol  tidak mempertimbangkan dengan serius bahaya dan dampak negatif miras yang sudah terjadi di masyarakat. Kemarin, aparat penegak hukum baru saja mengalami kejadian yang memilukan, dimana seorang oknum polisi yang mabuk dan karena ditagih pembayaran miras, malah menembaki 4 warga, 1 anggota TNI dan 2 pegawai café di Cengkareng, tewas.

“Ini salah satu bahaya yang nyata dari miras, yang justru industrinya kini mau dibuka keran untuk investasi oleh Presiden. Sekalipun disebut beberapa daerahnya, tapi tak ada aturan yg melarang penyebaran konsumsi dengan segala dampak negatifnya,” ujarnya dalam siaran pers di Jakarta, Jumat(26/2/2021).

Lebih lanjut, HNW mengatakan, pembukaan investasi untuk industri miras itu berpotensi membuat produksi miras semakin melimpah banyak dan peredarannya semakin masif di lapangan. “Bila dibaca secara keseluruhan Lampiran III Perpres yang menjadi dasar, maka ketentuan soal izin investasi ini bisa juga diberlakukan  di banyak daerah,  apalagi tidak ada limitasi berapa investasi untuk asing dan dalam negeri, jadi sangat terbuka bebas.

Ini bisa berbahaya sekali. Kemarin dengan segala pembatasannya saja, tragedi terkait miras sudah bikin miris, apalagi bila dibuka longgar-longgar seperti ini,” ujarnya.

Dalam Lampiran III Perpres No. 10 Tahun 2021 disebutkan bahwa investasi miras mengandung alkohol dan investasi minuman alkohol berupa anggur dapat dilakukan di berbagai daerah. Seperti Provinsi Bali,  Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua. Namun, bila dibaca secara menyeluruh, terutama poin b, Perpres tersebut juga membolehkan di daerah lain berdasarkan ketetapan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan usulan gubernur daerah yang bersangkutan.

“Jadi bila kita baca seksama, pembukaan investasi untuk industri miras ini bisa dilakukan di banyak daerah di Indonesia, bukan hanya daerah-daerah yang definitif disebutkan itu. Ini aturan yang tricky juga”ujarnya.

HNW menilai Presiden Jokowi hanya memikirkan untuk kepentingan investasi dan ekonomi telah mengabaikan realita bahaya sosial dan keamanan terkait miras serta banyaknya korban-korban yang berjatuhan, serta  keresahan Rakyat dan Pemerintah Daerah terkait bahaya miras ini. Sebagai contoh, beberapa provinsi yang disebutkan secara spesifik dalam Perpres sebagai diperbolehkan untuk invesatasi miras, malah mengalami masalah terhadap peredaran miras.

”Di Papua, dari level Provinsi sampai ke beberapa kabupaten atau kota, sudah banyak menerapkan Perda larangan Miras karena menimbulkan masalah sosial dan keamanan. Nah, ini pemerintah pusat kok malah mendukung dibukanya keran investasi untuk industri miras di Papua. Padahal Gubernur Papua Lukas Enembe pernah menegaskan bahwa adanya Perda Pelarangan minuman beralkohol yang berlaku di Papua, justru untuk lindungi Rakyat Papua (Berita Satu 1/4/2016). Mestinya Presiden Jokowi juga melindungi seluruh Rakyat Indonesia sebagaimana perintah konstitusi,” ujarnya.

“Selain itu, Provinsi Sulawesi Utara. Di Sulut, berdasarkan data Polda Sulut pada 2011 lalu, 70 persen kriminalitas di sana terjadi akibat Miras,” tambahnya.

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan bahwa secara nasional, Mabes Polri juga pernah merilis bahwa pada periode 2018-2020 ada 233 kejahatan akibat miras. Sedangkan, selama periode 3 tahun itu, kas…
https://www.jurnas.com/artikel/87954/Bamsoet-Ingatkan-Jaga-Integritas-dan-Profesionalisme-Advokat/
Penanaman Nilai Kebangsaan Bagi Warga Negara Dorong Ketaatan terhadap Etika.

Upaya menanamkan nilai-nilai kebangsaan harus konsisten dan terukur agar warga negara mampu menjunjung tinggi etika untuk mengimbangi percepatan perkembangan informasi yang terjadi di masyarakat.

"Laporan Microsoft bulan ini yang mengungkap merosotnya tingkat kesopanan pengguna internet di Indonesia jika dibandingkan tahun lalu, harus menjadi perhatian para pemangku kepentingan di negeri ini," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Jumat (26/2)

Menurut Lestari, di era digital dengan tata cara berkomunikasi antar masyarakat yang intens lewat jaringan internet, kabar merosotnya tingkat kesopanan pengguna internet di Indonesia itu sangat memprihatinkan.

Apalagi, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, selama ini Indonesia terkenal dengan masyarakat yang ramah dan selalu mengedepankan sopan santun dalam berinteraksi di tengah masyarakat.

Seperti diberitakan, Microsoft merilis laporan terbaru berjudul Digital Civility Index (DCI) pada Februari 2021 yang mengukur tingkat kesopanan digital pengguna internet saat berkomunikasi di dunia maya.

Dalam riset tersebut, jelas Rerie, sapaan akrab Lestari, tingkat kesopanan pengguna internet di Indonesia memburuk delapan poin ke angka 76 dari tahun sebelumnya, dan menempatkan warganet Indonesia di urutan terbawah se-Asia Tenggara.

Menurut Rerie, sebagai bangsa yang dilahirkan di atas nilai-nilai yang terkandung dalam empat konsensus kebangsaan (Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia/NKRI),  dalam bersikap dan berkomunikasi lewat media apa pun seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan tersebut.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu menilai, untuk meningkatkan tata krama masyarakat dalam berinternet perlu menanamkan norma berkomunikasi lewat internet dengan meningkatkan literasi digital masyarakat.

Tentu saja, tegas Rerie, muatan norma dalam literasi digital yang diberikan kepada masyarakat juga harus mengandung nilai-nilai kebangsaan yang selama ini menjadi tolok ukur kita dalam bersikap.

Rerie berharap para pemangku kepentingan harus segera mengambil langkah yang strategis, konsisten dan terukur agar nilai-nilai kebangsaan bisa segera dipahami dan menjadi dasar bersikap bagi setiap warga negara di republik ini.

FOLLOW US