• News

Mendikbud Dimintai Perlindungan Adat oleh Suku Moy Papua

Asrul | Jum'at, 12/02/2021 06:03 WIB
Mendikbud Dimintai Perlindungan Adat oleh Suku Moy Papua Suku Moi, Sorong, Papua Barat sedang merajut tas noken (Foto: Muti/Jurnas.com)

Jakarta, katakini.com - Suku Moi yang mendiami pedalaman Sorong, Papua Barat meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim, untuk melindungi adat dan budaya asli Suku Moi dari cengkraman investor.

Tokoh adat Suku Moi, Olemba mengatakan hutan yang menjadi tempat bergantung hidup Suku Moi kini seiring waktu mulai dibabat untuk dikonversi menjadi hutan sawit. Padahal hutan merupakan bagian penting dari aktivitas adat dan kebudayaan Suku Moi.

"Kelapa sawit di Malamoi itu merusak hutan. Maka kami berjuang kelapa sawit segera dicabut. Jangan lagi tanam kelapa sawit, karena kami belum mampu mengolah kelapa sawit," tegas Olemba saat Mendikbud mengunjungi masyarakat adat Moi Kelim di Malaumkarta, Sorong, Papua Barat pada Kamis (11/2).

Olemba menegaskan, Suku Moi melindungi hutan bukan semata-mata dalam rangka menolak kemajuan maupun pembangunan. Buktinya, Suku Moi membantu pemerintah Kabupaten Sorong membuka jalan yang kini sudah terbentang di kawasan adat Suku Moi.

"Ada tempat yang sudah kami siapkan. Siapapun tidak bisa masuk kalau itu tempat keramat. Itu tujuan kami," jelas Olemba.

Olemba melanjutkan, inilah alasan mengapa masyarakat adat Suku Moi menyambut Mendikbud Nadiem dengan membawa sebuah tikar berbahan kayu dan tas noken saat dia tiba di Malaumkarta.

Pemberian tikar itu memiliki makna filosofis, yaitu diharapkan Nadiem bisa menjadi seorang pemimpin yang bisa melindungi masyarakat Suku Moi.

"Kenapa pakai tikar? Tikar ini orang Moi pakai pada saat musim hujan. Tapi penggunaan dari sisi umum adalah, bapak (Mendikbud, Red) sebagai tikar untuk melindungi kami di Papua dari pembangunan," kata Olemba.

"Kemudian noken ini biasanya digunakan untuk membawa sagu atau kain. Artinya, semoga bapak menteri datang dan membawa aspirasi kami ke pusat," tambah dia.

Menjawab permintaan itu, Mendikbud menegaskan berkomitmen pada perlindungan adat dan budaya. Dia mengatakan kemajemukan adat dan budaya merupakan kekayaan terbesar di Indonesia.

"Ini prioritas Kemdikbud, bahwa selain pelestarian juga inovasi budaya. Sehingga budaya itu bisa dinikmati oleh generasi berikutnya," ujar Mendikbud.

Mendikbud juga mendorong pelestarian bahasa sebagai bagian dari perlindungan adat dan budaya, melalui pelajaran bahasa adat di satuan pendidikan.

Menurut dia, tanpa bahasa daerah yang menyimpan aneka makna tertentu, maka kebudayaan sulit tumbuh. "Ruang kearifan lokal dalam sistem pendidikan kita harusnya dibesarkan," ungkap dia.

Nadiem menambahkan, perlindungan adat dan budaya harus pula diiringi dengan kesejahteraan ekonomi masyarakat adat. Caranya ialah dengan mengembangkan pariwisata (tourism) yang baik, tanpa mengorbankan lingkungan.

"Saya 100 persen seutuju bahwa akan sangat sulit melestarikan dan melindungi adat kalau tidak ujung-ujungnya berakhir kepada dampak ekonomi masyarakat adatnya. Koneksi antara kesejahteraan adat dan ekonomi adalah turisme. Tapi turisme yang sehat yang baik," papar Nadiem.

Direktur Pembinaan Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Kemdibud, Sjamsul Hadi mengatakan perlindungan dan penguatan lembaga adat masuk dalam program prioritas Ditjen Kebudayaan.

Bentuknya ialah pendataan potensi kearifan lokal, potensi pengetahuan tradisonal, teknologi radisional, serta tradisi lisan.

"Dari sisi pemerintah daerah, melalui UU Pemajuan Kebudayaan, tiap kabupaten/kota dan provinsi memiliki kewajiban membuat pokok pikiran pemajuan kebudayaan. Supaya fungsi perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dapat terwujud sebagai dasar pengajuan anggaran," tandas Sjamsul.

FOLLOW US