• News

Target Ekspor Nonmigas Indonesia Tumbuh 6,3% di 2021

Akhyar Zein | Jum'at, 29/01/2021 21:50 WIB
Target Ekspor Nonmigas Indonesia Tumbuh 6,3% di 2021 Kemendag Target Ekspor Non-Migas Tumbuh 6,3% (FOTO: MNC Media)

Katakini.com -Indonesia menargetkan ekspor nonmigas pada tahun ini tumbuh 6,3 persen, mengutip pernyataan Menteri Perdagangan Indonesia Muhammad Luthfi, pada Jumat.

Mengutip data Kementerian Perdagangan, ekspor nonmigas meliputi sekitar 95 persen dari total ekspor Indonesia pada 2020. Sisanya adalah ekspor migas.

Kementerian Perdagangan berasumsi, target ekspor tersebut dapat dicapai karena ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh 4,4 persen hingga 6,1 persen pada tahun ini.

"Saya yakin target ekspor tersebut dapat tercapai jika pemberian vaksin di Indonesia sukses, juga di negara lain yang jadi tujuan ekspor Indonesia seperti China dan Amerika Serikat," kata Luthfi.

Selain itu dampak Undang-Undang Cipta Kerja (Cipta Kerja) cukup baik bagi investasi dan pengembangan sektor industri.

Salah satu langkah yang akan ditempuh oleh Kementerian Perdagangan, kata Lufhfi, adalah mendorong sektor industri otomotif  Indonesia meningkatkan ekspor ke China, Brazil dan Myanmar.

Komoditas lain ialah ekspor logam dan produk turunannya ke Turki, China, dan Uni Emirat Arab serta Filipina. Selain itu adalah komoditas karet dan produk turunannya ke China, Australia, dan Vietnam.

Komoditas Batubara akan diperluas ekspornya ke Bangladesh dan Brunei Darussalam.

Sementara Batubara akan difokuskan ke Vietnam, Italia, India dan Spanyol pada tahun ini.

 

Ekspor dan impor selama 2020

Pada 2020, ekspor Indonesia mencapai USD163,3 miliar, turun sebesar 2,57 dari tahun lalu. Dari jumlahitu, sebanyak USD155 miliar atau sekitar 95 persen adalah ekspor non migas.  Sisanya sebanyak 5 persen adalah ekspor migas.

Sedangkan nilai impor Indonesia sepanjang 2020 sebesar USD 141,6 miliar atau turun sekitar 17 persen dari tahun lalu. Sebanyak USD127 miliar atau 90 persen adalah impor nonmigas.

Sehingga pada 2020 terjadi surplus perdagangan sebesar USD21,7 miliar, meningkat 704 persen dari tahun lalu. Dua tahun sebelumnya Indonesia mengalami defisit perdangan selama dua tahun berturut-turut, masing-masing USD8,7 miliar (2018) dan USD3,6 miliar (2019).
Meskipun begitu, Lutfhi menegaskan peningkatan surplus ini, ekonomi Indonesia melemah karena industri mengurangi impor. "Sebanyak dua pertiga impor Indonesia adalah bahan baku dan bahan baku penolong, di masa pandemi tahun lalu, mereka mengurangi produksi sehingga impor turun signifikan," kata Luthfi.

Sepanjang 2020, impor secara keseluruhan turun 17 persen, dan impor non migas turun 14,7 persen.

Dilihat dari negaranya, pada 2020, Indonesia mengalami surplus terbesar ke tiga negara: Amerika Serikat (USD11,13 miliar), India (USD6,47 miliar), dan Filipina (USD5,26 miliar).

Sedangkan Indonesia mengalami defisit perdagangan selama 2020 dengan China (USD9,43 miliar), Thailand (USD 1,91 miliar), dan Australia (USD1,73 miliar).

Di lihat dari komoditasnya, tiga komoditas ekspor terbesar Indonesia pada 2020 adalah besi dan baja, perhiasan dan minyak nabati atau crude palm oil (CPO). Selain itu ditempat keempat dan kelima adalah mebel dan alas kaki.

Besi dan baja sebagian besar diekspor ke China (74 persen) dan Taiwan (11 persen); perhiasan diekspor ke Singapura (37 persen) dan Swiss (30 persen).

Sedangkan minyak nabati diekspor ke China (24 persen), India (22 persen) dan Pakistan (11 persen).

Impor tertinggi Indonesia sepanjang 2020 adalah gula (35,5 persen), farmasi (27 persen), kimia (14,4 persen), ampas industri makanan (9 persen) dan perhiasan (4,7 persen).

Lutfhi menggaris bawahi, komoditi besi dan baja merupakan salah satu produk ekspor non migas yang telah memasuki rantai pasok global. Sebab selain mengekspor cukup besar pada produk ini, Indonesia juga mengimpor produk ini.

"Ini contoh komoditas kita ini sekarang sudah masuk tata supplai chain global baru," kata Luthfi.(Anadolu Agency)


FOLLOW US