• News

Perempuan Pembela HAM Rentan Alami Kekerasan Dan Stigmatisasi

Akhyar Zein | Sabtu, 28/11/2020 09:40 WIB
Perempuan Pembela HAM Rentan Alami Kekerasan Dan Stigmatisasi Ilustrasi

Katakini.com - Sejumlah perempuan pembela Hak Asasi Manusia (HAM) mengalami kekerasan berbasis gender hingga stigmatisasi.

Damaris, aktivis dari Yayasan Ume Daya Nusantara (UDN) mengatakan kekerasan dan stigmatisasi tersebut terjadi dalam tugas pendampingan dan advokasi mereka untuk korban.

“Yang sering itu stigmatisasi, ketika membantu pendampingan dibilang ‘dasar perusak rumah tangga orang’, dari sisi agama juga disalahkan,” ujar Damaris dalam konferensi pers virtual, Jumat.

“Mereka membantu korban untuk membawa kasus ke pengadilan, kadang berakhir dengan perceraian sementara ada agama yang melarang perceraian,” lanjut Damaris.

Menurut Damaris, ancaman dan stigmatisasi itu juga berdampak pada keluarga para pembela HAM.

Sayangnya, belum ada satu pun Undang-Undang yang mengatur dan mengenali keberadaan pembela HAM ini secara hukum.

“Mereka juga perlu perlindungan. Tidak ada pengakuan terhadap mereka yang posisinya rentan menghadapi ancaman dan intimidasi karena pembelaan mereka,” tutur dia.

Komisi Nasional Perempuan mencatat setidaknya ada lima kasus kekerasan yang dilaporkan oleh lima lembaga tempat perempuan pembela HAM bekerja pada 2020.

Mereka terdiri dari pendamping korban pada isu kekerasan terhadap perempuan, aktivis, ataupun relawan pada isu lingkungan, kemiskinan dan konflik.

Komisioner Komnas Perempuan Retty Ratnawati menuturkan kekerasan yang dialami berupa ancaman atau intimidasi.

“Tak jarang mengarah pada tubuh dan seksualitas mereka, juga kriminalisasi,” kata Retty dalam konferensi pers virtual, Jumat.

Selama mendampingi kasus, perempuan pembela HAM mengalami ancaman melalui SMS maupun media sosial atas ketidaksukaan pelaku terhadap kerja advokasi terhadap korban.

Ancaman ini, lanjut Retty, tidak hanya membahayakan diri sendiri namun juga keluarga dan kerabatnya.

Dia melanjutkan, pandemi Covid-19 membuat kerentanan terhadap perempuan pembela HAM terhadap potensi tertular virus SARS-CoV-2 ini meningkat karena harus menjemput korban secara langsung.

Komnas Perempuan meminta agar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) segera membentuk protokol perlindungan untuk pendamping dan pembela HAM di semua lembaga layanan.

Selain itu, Komnas Perempuan juga meminta agar DPR RI segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

RUU PKS diharapkan akan menjadi payung hukum bagi korban kekerasan seksual, sekaligus melindungi para pendamping.(Anadolu Agency)

FOLLOW US