• News

DPR: RUU Minol Tak Akan Sasar Kearifan Lokal

Yahya Sukamdani | Selasa, 24/11/2020 19:51 WIB
DPR: RUU Minol Tak Akan Sasar Kearifan Lokal Anggota Baleg DPR RI M. Nasir Djamil. Foto: dialeksis

Katakini.com - Rancangan Undang-undang larangan minuman beralkohol (minol) tidak akan menyasar kearifan lokal, adat-istiadat, dan tradisi yang sudah berlangsung di masyarakat selama ini.
 
RUU larangan minol akan dijadikan sebagai payung hukum yang berserakan di tengah masyarakat.
 
“Jadi, mengingat aturan Minol ini masih berserakan; ada di Kementerian Perdagangan, Kementerian Kesehatan, Perda dan lains sebagainya, maka perlu payung secara nasional demi terwujudnya ketertiban dan keamanan masyarakat,” kata anggota Baleg DPR RI M. Nasir Djamil dalam diskusi ‘Pro Kontra RUU Larangan Minol’ bersama Antropolog Universitas Indonesia Raymond Michael di DPR RI Jakarta, Selasa (24/11/2020)
 
Menurut M. Nasir munculnya kembali RUU Larangan Minuman Beralkohol (Minol) ini berdasarkan aspirasi masyarakat. Seperti ormas Islam, umat Islam, dan organisasi keagamaan lainnya yang disampaikan ke DPR RI.  
 
Diakuinya jika RUU ini sudah dibahas pada lima tahun lalu, dan gagal karena pandangan fraksi-fraksi yang berbeda. Sehingga dengan munculnya RUU Minol saat ini dia minta tak saling menyalahkan karena bertujuan baik dan bisa diterapkan untuk ketertiban dan keamanan masyarakat.

“Kami sudah minta bantuan Baleg untuk membuat naskah akademiknya, dan FPAN melalui jubirnya Ali Taher Parasong mendukung RUU ini. Setidaknya dengan RUU Minol ini ada aturan pengendalian dan penggunaannya agar tidak disalahgunakan oleh masyarakat.”

 Sudah ada 13 daerah dan 2 provinsi yang sudah membuat peraturan daerah (Perda) terkait Minol ini. Seperti Papua, Kalimantan Selatan, Jambi, Banjarmasin dal lain-lain. Karena itu, ia berharap RUU Minol ini bisa dibahas, disahkan dan diterima masyarakat, tanpa mengabaikan keberagaman, adat, tradisi, budaya dan sebagainya,” tutur M. Nasir.

 Sedangkan Raymond berharap DPR memahami Pancasila itu secara utuh dari kelima sila. “Jangan hanya Ketuhanan YME, karena Indonesia ini beragam agama, etnis, suku, adat dan sebagainya. Kalaupun usulan baru, maka harus dengan naskah akademik yang baru. Bukan yang 5 tahun lalu, dan tentu dengan data dan hasil survei yang baru. Sebab, kalau hanya pengendalian sudah diatur di Permendag No.120 tahun 2018, Perda Nomor 8 Tahun 2015, dan lain-lain,” tuturnya. 

FOLLOW US