Katakini.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Kejaksaan Agung dan Bareskrim Mabes Polri untuk melakukan gelar perkara kasus skandal Joko Tjandra. Apalagi KPK sudah menerbitkan surat perintah supervisi terkait perkara Jaksa Pinangki Sirna Malasari dan Joko Tjandra.
"KPK harus segera memanggil kejaksaan, memanggil kepolisian untuk melakukan gelar perkara besar," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam diskusi daring, Senin (7/9/2020).
Dikatakan Kurnia, gelar perkara tersebut perlu dilakukan oleh
KPK untuk menemukan adanya kejanggalan sebagaimana diatur dalam Pasal 10A Undang-Undang
KPK. Karena kasus yang melibatkan usur anggota jaksa dan
Polri itu telah menyedot perhatian publik.
Pada penanganan kasus di Kejaksaan Agung, Jaksa Pinangki diduga menerima aliran suap sebesar Rp 7 miliar untuk pengurusan fatwa Djoko Tjandra di Mahkamah Agung. Suap itu agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi oleh Kejaksaan Agung.
Sedangkan Bareskrim Mabes
Polri juga telah menetapkan mantan Kepala Biro Pengawasan (Korwas) PPNS Bareskrim, Brigjen Prasetijo Utomo dan mantan Kadiv Hubinter
Polri, Irjen Napoleon Bonaparte sebagai tersangka penerima suap terkait surat jalan dan hapusnya nama Djoko Tjandra dalam daftar red notice Interpol
Polri.
"Tidak ada pilihan lain, kecuali
KPK take over (ambil alih) kasus tersebut. Kasus ini sudah menarik perhatian publik itu yang harus dipegang oleh
KPK," tegas Kurnia.
Ia menyesalkan pernyataan Ketua
KPK Firli Bahuri yang justru dinilai enggan ambil alih penanganan perkara dugaan suap skandal Djoko Tjandra. Pengambil alihan perkara perlu dilakukan agar tidak ada konflik kepentingan.
"Jadi jangan juga salah satu pimpinan
KPK terkesan sangat lembek, sangat-sangat tidak punya jiwa kepemimpinan ketika menyebutkan bahwa biarkan kejaksaan yang menyelesaikan," kata Kurnia.
Kurnia yakin jika proses penanganan perkara yang melibatkan
Joko Tjandra di Kejaksaan Agung dan
Polri diambil alih oleh
KPK tidak akan memperlambat penanganan perkara.
Hal ini dikarenakan, nantinya penyidik
KPK akan melanjutkan berkas perkara dari dua institusi penegak hukum tersebut.
"Pengambilalihan itu sedikitpun tidak akan mengganggu penanganan perkara. Karena berkas perkara diberikan kepada
KPK. Terpenting lembaga penegak hukum ketika dimintai keterangan harus kooperatif," tukasnya.