• News

Sispreneur, Strategi Dukung Perempuan Pelaku UMKM Dalam Masa Pandemi

Eko Budhiarto | Rabu, 12/08/2020 19:35 WIB
Sispreneur, Strategi Dukung Perempuan Pelaku UMKM Dalam Masa Pandemi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga

Katakini.com – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga hari ini meluncurkan Kelas Inkubasi Sispreneur yang ditujukan bagi kalangan perempuan pelaku usaha mikro. Program kolaborasi Kemen PPPA dengan PT. XL Axiata Tbk (XL Axiata) ini bertekad menghubungkan perempuan pelaku usaha mikro hingga akhir 2020 dengan teknologi digital.

Sasaran perempuan pelaku usaha mikro dalam program Sispreneur adalah 200 perempuan pelaku usaha mikro binaan lembaga masyarakat mitra Kemen PPPA, yaitu Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK), Kapal Perempuan, dan Yayasan Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA).

“Saya menyampaikan apresiasi atas sinergi yang telah dibangun antara Kemen PPPA dengan PT. XL Axiata Tbk yang telah menginisiasi Program Sispreneur. Program pelatihan online tentang kewirausahaan yang diharapkan bisa menjadi solusi dari munculnya tantangan-tantangan baru, khususnya yang harus para perempuan hadapi sebagai dampak dari pandemi Covid-19,” ujar Menteri Bintang pada Webinar Strategi dan Peluang Bagi Perempuan Pelaku Usaha Mikro Go-Digital sekaligus Peluncuran Kelas Inkubasi Sispreneur 

Menteri Bintang mengatakan potensi dan peran perempuan dalam sektor ekonomi sebagai pelaku usaha sangatlah besar. Berdasarkan Data Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Besar di Indonesia tahun 2014-2018, dari total usaha yang berjumlah 64 juta unit usaha, 99,99% usaha di Indonesia adalah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) (Sumber data: Perkembangan Data UMKM, Tahun 2017-2018, Kemenkop dan UKM), dimana berdasarkan survei dari Bank Dunia (2016), lebih dari 50% usaha mikro dan kecil dimiliki oleh perempuan.

Sementara itu, berdasarkan hasil survei UKM Indonesia terhadap sekitar 237 responden, selama Covid-19 (Juni 2020), para pelaku usaha yang masih bertahan dan bahkan mengalami peningkatan omset adalah mereka yang menggunakan metode usaha online. 

Hal ini didukung pula oleh survei MarkPlus yang melaporkan bahwa transaksi belanja ritel secara online meningkat porsinya, dari 4,7 persen menjadi 28,9 persen selama masa pandemi Covid-19.

Sebaliknya, transaksi belanja secara offline turun drastis pada periode yang sama, yakni dari 52,3 persen menjadi 28,9 persen. Kesimpulannya, ada pergeseran pola konsumsi masyarakat ke arah digital yang cukup signifikan, khususnya dalam masa pandemi Covid-19. Untuk itu digitalisasi menuju industri 4.0 menjadi sebuah kebutuhan.

Perdagangan online akan membantu UMKM di Indonesia untuk tumbuh lebih cepat dan menjadi lebih kompetitif.  Hal ini dikarenakan pasar online menjangkau konsumen secara lebih luas, mengingat ia tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.

“UMKM mempunyai peran penting dan strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Untuk itu, perempuan sebagai pelaku usaha dari mayoritas UMKM di Indonesia sangat berjasa dalam menopang ekonomi bangsa, terutama bagi perempuan pelaku usaha. Jika kita melihat sejarah, pada saat krisis di tahun 1998, UMKM masih bisa bertahan bahkan mampu menjadi penyelamat perekonomian Indonesia. Saya yakin, UMKM di Indonesia berpotensi untuk kembali menyelamatkan pemulihan ekonomi akibat pandemi yang melanda saat ini dengan memanfaatkan akses teknologi, go-online, dan menjadi motor pertumbuhan ekonomi baru. Melalui adaptasi dengan teknologi dan pemanfaatan e-commerce, perempuan penggerak pelaku usaha mikro berpotensi menguasai pasar dan terus memperbesar kontribusi ekonomi bagi bangsa. Melalui kesempatan ini, saya perlu mengingatkan bahwa perempuan melek digital adalah sebuah keharusan,” tutur Menteri Bintang.

Presiden Direktur dan CEO XL Axiata, Dian Siswarini yang turut mendampingi Menteri Bintang saat peluncuran secara virtual mengatakan melalui program tersebut, para perempuan pelaku usaha mikro akan mendapatkan bimbingan untuk mengembangkan bisnis kecil dengan memanfaatkan teknologi digital.

“Perempuan dan UMKM merupakan pihak-pihak yang paling terdampak secara ekonomi dan sosial selama masa pandemi Covid-19. Karena itu, program kelas inkubasi ini menjadi sangat relevan untuk kami selenggarakan saat ini agar dapat membantu di dua sisi sekaligus, yaitu sisi perempuan sebagai penggerak ekonomi keluarga dan UMKM yang dikelolanya agar bisa menopang ekonomi keluarga dan menggerakkan ekonomi di lingkungan sekitarnya,” tutur Dian Siswarini.

Dian menambahkan, teknologi digital menawarkan kesempatan kepada siapa saja untuk mampu memaksimalkan potensi yang dimiliki. Bagi para perempuan pelaku usaha mikro, teknologi digital akan memungkinkan mereka untuk menembus pasar yang lebih luas, yang hampir mustahil bisa dijangkau jika tidak online.

Teknologi digital sekaligus akan mempermudah mereka melakukan promosi produk/jasa secara lebih massif melalui kolaborasi dengan para penyedia platform e-commerce/marketplace.   

Kelas Inkubasi akan dilaksanakan secara online, menyesuaikan dengan protokol kesehatan. Ada tiga hal pokok mendasar yang diajarkan. Pertama, product ready, yaitu membangun pola pikir seorang perempuan pelaku wirausaha (womenpreneur) menyangkut pengembangan usaha secara nyata, baik dari sisi manajemen keuangan, hingga pemilihan produk.

Kedua, market ready, yaitu mendidik para perempuan pelaku usaha mikro untuk bisa memastikan kualitas produk sesuai dengan target market yang disasar. Ketiga, digital and marketplace ready, mengajarkan para perempuan pelaku usaha mikro cara menggunakan channel promosi agar bisa lebih menjual seperti di platform media sosial dan marketplace.

Para peserta mendapatkan simcard dan paket data dari XL Axiata. Didukung oleh Bukalapak, para peserta akan dibimbing dalam berjualan melalui marketplace, serta produk-produk perempuan pelaku usaha mikro yang telah mengikuti program Sispreneur ini akan dipromosikan dan mendapatkan fitur push promotion.

Para peserta Kelas Inkubasi berdomisili tersebar di 4 (empat) provinsi, yaitu Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Mereka juga merupakan pelaku usaha mikro yang selama ini memang belum online. Mereka memiliki produk atau jasa antara lain makanan dan kerajinan tangan.

Diluncurkan pertama kali pada 23 April 2015, Sisternet kini memiliki lebih dari 26 ribu anggota. Untuk terus meningkatkan nilai manfaat bagi kaum perempuan Indonesia, Sisternet menjalin kerja sama dengan berbagai komunitas dan organisasi perempuan, juga dengan banyak pegiat sosial di berbagai daerah.

Selain itu, Sisternet juga aktif bekerja sama dengan sejumlah instansi pemerintah, selain dengan Kemen PPPA juga dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Perhubungan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, serta Kementerian Kesehatan. 

FOLLOW US