Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati. Foto: maritimnews
Katakini.com – Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) melancarkan kritik terhadap Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarinves) yang memproses izin proyek penempatan tambang tailing ke dalam laut atau deep sea mine tailings placement (DTSP) di Provinsi Sulawesi Tengah dan Maluku Utara.
Proses izin itu dilakukan untuk empat perusahaan pertambangan nikel, yaitu PT. Trimegah Bangun Persada (TBP) dan PT. QMB New Energy Material di Pulau Obi, yang berada di Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara. Kemudian PT. Huayue Nickel Cobalt (HNC) dan PT Sulawesi Cahaya Mineral di Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah.
Sekretaris Jenderal Kiara, Susan Herawati menyebutkan, jika Pemerintah benar-benar mengizinkan proyek DTSP tersebut, maka yang paling menderita adalah nelayan karena perairan yang merupakan kawasan tangkap akan hancur dan tercemar.“Proyek ini jelas-jelas akan menghancurkan ruang hidup nelayan tradisional atau nelayan skala kecil yang menggantungkan hidupnya pada sektor perikanan di dua provinsi tersebut,” ungkapnya di Jakarta, Rabu (28/7/2020).
Pusat Data dan Informasi Kiara (2020) mencatat, setidaknya ada 7.153 keluarga nelayan tangkap di Kabupaten Morowali yang akan terdampak proyek DTSP PT. Huayue Nickel Cobalt (HNC) dan PT Sulawesi Cahaya Mineral.Sementara itu, Kiara juga mencatat, sebanyak 3.016 nelayan tangkap di Pulau Obi juga akan terdampak proyek DTSP PT. Trimegah Bangun Persada (TBP) dan PT. QMB New Energy Material.
Jumlah 3.016 nelayan terdiri dari 833 nelayan di kecamatan Obi Selatan, 491 nelayan di Kecamatan Obi, 348 nelayan di Kecamatan Obi Timur, dan 1.344 di kecamatan Obi Utara.
“Apa yang dapat dibanggakan dengan adanya investasi tambang nikel di Perairan Morowali dan Perairan Pulau Obi, jika laut tercemar dan ribuan kehidupan nelayan tradisional atau nelayan skala kecil hancur?” tanya Susan. Menurut Susan, jika perairan di perairan Morowali dan perairan di Pulau Obi tercemar dan hancur, ke mana 10.169 nelayan di dua lokasi tersebut harus menangkap ikan?“Inilah salah satu alasan kenapa proyek DTSP harus dibatalkan oleh Pemerintah, dalam hal ini oleh Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi.
Kiara juga membantah alasan Kemenkomarinves memproses izin proyek ini karena di Sulawesi Tengah dan Maluku Utara masih memiliki potensi gempa apabila dilakukan pembuangan limbah (damn tailing) di darat. Susan menilai, Kemenkomarinves tidak membaca buku Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia yang diterbitkan pada tahun 2017 oleh Pusat Studi Gempa Nasional Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Pemukiman Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, yang bekerja sama dengan sejumlah lembaga dan universitas di Indonesia seperti LIPI, AIPI, BMKG, BNPB, UGM, UI, ITB, dan lain sebagainya. “Di dalam buku Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia, dinyatakan bahwa potensi gempa tidak hanya ada di kawasan darat Morowali dan Pulau Obi, tetapi juga di kawasan lautnya. Alasan Kemenkomarinves hanya mengada-ada demi mempermudah proses perizinan,” ungkap Susan.