Namun, hampir semua
maskapai memilih tidak memberikan uang tunai, melainkan
voucher tiket pesawat yang bisa dipakai kemudian hari.
"Kalau dikembalikan (semua) dalam bentuk tunai,
maskapai bisa bangkrut," kata Pengamat Penerbangan Gerry Soejatman dalam diskusi daring, Kamis (18/6/2020).
Gerry mengatakan, pada awal Maret hingga Juni pemesanan tiket pesawat untuk tujuan domestik di Indonesia turun 30 persen, sementara tiket internasional turun 70 persen.
Di tengah pemasukan yang turun 90 persen,
maskapai tetap harus membayar biaya gaji karyawan hingga operasional pesawat. Ini membuat
voucher jadi pilihan untuk pengembalian dana atau
refund tiket pesawat.
Menurut Gerry, permintaan untuk
refund sebelum pandemi biasanya hanya mencapai satu persen dari total pembelian tiket. Akibat pandemi, permintaan membludak hingga 100 kali lipat, membuat
maskapai dan agen wisata kewalahan serta membutuhkan waktu lebih lama.
Dalam kondisi normal, pengembalian berupa uang tunai bisa diberikan oleh biro perjalanan dari transaksi konsumen-konsumen lain. Namun, tak ada perputaran uang selama pandemi membuat
refund dalam bentuk uang tunai sulit diwujudkan.
"Dulu yang
di-refund sedikit, sekarang menumpuk. Bukan cuma soal
cash didapat dari mana, tapi prosesnya pun lama," ujar dia.
Voucher sebagai pengganti
refund uang tunai menjadi titik tengah untuk
maskapai yang berada dalam posisi terjepit.
Bila memaksakan diri untuk mengganti semua tiket konsumen yang dibatalkan dengan uang tunai,
maskapai dapat bangkrut dan membuat industri ikut ambruk.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Pauline Suharno menambahkan, setiap
maskapai punya aturan yang berbeda-beda.
"Ada yang enggak boleh
refund cash dan menggantinya dengan
voucher," ujar Pauline.
Menurut Pauline, pihaknya sempat memperjuangkan pilihan
refund dengan uang tunai sebagai pilihan yang diinginkan oleh konsumen.
"Tapi dilihat kondisinya sekarang,
refund voucher juga enggak jelek."