• Bisnis

Tanpa Turis China, Begini Cara Wishnutama Tegakkan Pamor Pariwisata

Syafira | Selasa, 04/02/2020 22:50 WIB
 Tanpa Turis China, Begini Cara Wishnutama Tegakkan Pamor Pariwisata Menteri Pariwisata Wishnutama Kusubandio

Bogor, Katakini.com - Penghentian sementara penerbangan dari dan menuju China berdampak serius terhadap jumlah wisatawan. Namun, Menteri Pariwisata Wishnutama Kusubandio telah menyiapkan 1001 cara guna menegakkan pamor pariwisata Indonesia.

Penghentian sementara penerbangan langsung dari dan ke China daratan berlaku sejak Rabu (5/2) pukul 00.00 WIB. Selain itu, kebijakan bebas visa bagi warga negara China juga sudah dicabut.

"Kita akan menggalakkan wisatawan nusantara. Kita akan mendorong agar wisatawan dari Indonesia itu berwisata di Indonesia karena kalau traveling (keluar negeri) pasti ada potensi virus coronanya juga dan yang paling penting adalah menghidupi pariwisata Indonesia sendiri," kata Wishnutama di Istana Bogor, Selasa (4/02/2020).

Wishnutama menyampaikan hal tersebut seusai menghadiri rapat terbatas mengenai Kesiapan Menghadapi Dampak Virus Corona yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo.

"Kedua juga ada potensi pesawat-pesawat yang awalnya menuju ke China tidak bisa terbang ke sana akan tawarkan bekerja sama dengan mereka untuk menjadikan tujuannya jadi ke Indonesia. Saya bersama Pak Menhub akan bertemu dengan sekitar ada 30 maskapai siapa tahu bisa mengalihkan rutenya ke Indonesia sehingga tetap bisa membantu pariwisata di Indonesia," tambah Wishnutama.

Wishnutama mengaku untuk mengganti rute penerbangan tidak semudah mengganti tujuan saat mengendarai mobil. Sebab, hal tersebut memerlukan prosedur panjang.

"Begitu juga kita akan melakukan pemasaran atau marketing ke negara-negara lain di luar China. Siapa tahu bisa untuk menutupi kekurangan (turis) dari China, agak berat, tapi paling tidak lumayanlah bisa menambah," tambah Wishnutama.

Meski demikian, dia mengaku belum dapat menghitung kerugian dari anjloknya turis asal China tersebut.

"Ini kan baru beberapa hari ya. Kita terus mendapakan report satu-satu tapi belum solid angkanya. Jadi harus kita data dengan baik. Tetapi kan seperti kita ketahui wisatawan dari Tiongkok dalam masa setahun ada dua juta, kalau dihitung dari segi devisa 1.400 dolar AS per orang, berarti hampir empat miliar dolar AS dari China saja. Jadi memang ini sebuah tantangan yang cukup berat buat pariwisata," papar Wishnutama.

Ia juga menggarisbawahi bahwa yang menjadi prioritas utama adalah melindungi kesehatan bangsa Indonesia.

"Sebenarnya bukan saja di wisatawan dari Tiongkok saja, tapi negara2 lain pasti punya secara psikologis akan menunda padahal ini adalah masa paling krusial, Februari, Maret, April. Kenapa? Ini masa-masa orang untuk melakukan booking untuk liburan musim panas. Jadi memang timingnya benar-benar berat karena booking musim panas itu bukannya sekarang booking besok berangkat. Kebanyakan orang liburan jauh-jauh hari supaya dapat tiket murah dan sebagainya, ini yang terjadi," jelas Wisnhutama.

Ia mencontohkan saat ini di Bali sudah terjadi penurunan okupansi kamar yang menandakan adanya penurunan jumlah kunjungan turis.

"Hotel banyak sekali yang turun, saya tidak bisa sebutkan angka karena sekarang baru kejadian. Kita bisa membuat rata-rata kalau sudah sebulan, seminggu berapa. Jadi memang bukan hal mudah" tambahnya.

Ia pun menargetkan sejumlah negara menjadi target pengganti turis dari China seperti Korea Selatan, Jepang, Australia, Malaysia, Singapura, Amerika Serikat dan Kanada.

"Daerah yang dipromosikan terutama Bali karena yang paling siap. Kita harus mencari yang paling siap tapi destinasi-destinasi lain pasti kita promosikan, termasuk yang terjadi pengurangan wisatawan China seperti Sulawesi Utara dan Bintan," jelas Wishnutama.

Meski demikian, Wishnutama mengaku tidak membuat target turis yang akan digaet karena penyebaran virus corona ini terjadi secara mendadak.

"Jangan lupa negara lain melakukan hal serupa juga. Jadi kita berebut. Menargetkan saat ini agak repot karena semua mungkin melakukan hal yang sama. Pasti namanya Thailand, Vietnam, Malaysia pasti melakukan hal yang serupa, ini yang ngukurnya jadi susah tidak seperti matematika biasa," katanya.

FOLLOW US