Solok - Indonesia saat ini telah mewujudkan swasembada bawang merah. Salah satu program terobosan pemerintah yang memungkinkan tercapainya swasembada tersebut adalah mengembangkan sentra produksi bawang merah yang dapat berproduksi sepanjang tahun.
“Kita selama ini mengenal sejumlah sentra produksi bawang merah di pulau Jawa, seperti Brebes dan Probolinggo yang panen pada kisaran Juli - September. Dengan memacu produksi off season di sejumlah wilayah seperti Solok dan NTB saat ini kita bisa swasembada sepanjang tahun,” tutur Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian (Kementan) Kuntoro Boga Andri, saat menghadiri kegiatan panen bawang merah di Lembah Gumanti, Solok, Sumatera Barat pada Selasa (29/1) siang.
Budidaya bawang merah off season biasanya berlaku untuk penanaman di musim hujan. Karena itu, budidaya bawang merah off season umumnya dilakukan di lahan kering atau tegalan dan di lokasi yang terbuka seperti hamparan lahan dataran tinggi.
Selama 10 tahun terakhir, Kuntoro Boga mengungkapkan Solok telah menggeliat menjadi sentra produksi bawang merah nasional. “Solok ini luar biasa potensinya. Petani juga semangat karena harga bawang untuk penanaman off seasson selalu terjaga di harga tinggi. Panen pun ditunggu pembeli,” ujarnya.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Solok Admaizon menuturkan pada tahun 2018, luas panen bawang merah untuk kabupaten Solok mencapai 8.790 hektare. Pada tahun 2019, luas panen ditargetkan 9.250 hektare.
“Kita harapkan apa yang diminta Menteri Pertanian bahwa tahun 2020, luas panen bawang merah di Solok bisa lebih dari 10.000 hektare, bisa terwujud. Bila itu terjadi, Solok sudah bisa ekspor,” sebut Admaizon.
Apalagi, Admaizon menyebutkan saat ini dengan menggunakan varietas lokal SS Sakato, produktivitas bisa mencapai 12 ton per hektare. Petani bawang merah di wilayah Solok juga bisa panen 3-4 kali setahun.
Admaizon menyebutkan tingginya produktivitas bawang merah di kawasan Solok tak lepas dari pendampingan yang telah dilakukan oleh Balai Pengkajian Tekonologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat. BPTP telah membantu proses alih teknologi, seperti pengembangan bawang merah dalam bentuk biji dan pertanian organik.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Barat Chandra menuturkan petani saat ini lebih pintar dalam menjual hasil panen mereka. “mereka tidak mau jual ke tengkulak terutama yg membeli dengan harga murah,” terangnya.
Dirinya berharap petani seterusnya dapat mengambil keuntungan besar. Untuk itu, Chandra berharap para spekulan untuk berhenti mendengungkan wacana kekurangan bawang merah. Apalagi saat ini, kebutuhan bawang merah sudah tertutupi oleh produksi lokal.
“Biasanya pedagang dan spekulan mendengungkan isu impor ke petani dan pasar, juga dihembuskan isu kelangkaan bawang. Isu impor hanya untuk menjatuhkan harga jual bawang merah yang tadinya berkisar antara dua belas hingga lima belas ribu rupiah per kilogram, tuturnya. Ini tentunya bisa merugikan petani kita,” tandas Chandra.