Wakil Ketua Komisi X DPR RI Kurniasih Mufidayati (Foto: dpr)
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS, Kurniasih Mufidayati, memandang laporan mengenai 700.000 anak putus sekolah di Tanah Papua sebagai alarm keras atas kegagalan sistemik yang selama ini terabaikan.
Kurniasih meminta agar laporan dari Menteri Dalam Negeri yang bersumber dari Bupati Manokwari tersebut diverifikasi secara faktual untuk memastikan kesesuaian dengan realitas di lapangan.
“Mendengar angka 700.000 anak-anak kita di Papua tidak bersekolah, hati saya sangat teriris. Mereka adalah pemilik masa depan bangsa, namun hak konstitusionalnya terabaikan. Kita harus segera mengecek data yang valid dan melakukan langkah cepat penanganan,” ujar Kurniasih dalam keterangan tertulis dikutip pada Mingggu (21/12).
Menurut Kurniasih, persoalan ini berakar pada ketidaksinkronan data yang akut. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) dan progres Dapodik, masih terdapat disparitas signifikan pada Angka Partisipasi Murni (APM) antara wilayah perkotaan dan wilayah pegunungan di Papua.
Terlebih, kendala jaringan internet serta keterbatasan operator sekolah kerap membuat ribuan anak tidak terdaftar dalam sistem, sehingga kehilangan akses terhadap bantuan pendidikan seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP).
“Harus ada validasi fisik di lapangan dengan melibatkan tokoh adat dan gereja. Kita membutuhkan data yang jujur agar intervensi anggaran benar-benar tepat sasaran. Jangan sampai anggaran besar habis untuk urusan administratif, sementara anaknya justru tidak bersekolah,” ujar Kurniasih.
Dia juga menyoroti tantangan geografis Papua sebagai faktor utama ketimpangan akses pendidikan. Kurniasih menawarkan penguatan sekolah berpola asrama (boarding school) sebagai salah satu solusi untuk menjawab kondisi geografis yang ekstrem dan keterbatasan akses transportasi.
Selain itu, ia menekankan pentingnya jaminan keamanan dan kesejahteraan bagi para guru yang bertugas di wilayah rawan. Menurutnya, mustahil menurunkan angka putus sekolah apabila tenaga pendidik masih merasa terancam dalam menjalankan tugasnya.
“Negara tidak boleh absen. Kita memiliki utang sejarah untuk memastikan anak-anak Papua mendapatkan kualitas pendidikan yang setara dengan anak-anak di Pulau Jawa. Pendidikan adalah kunci utama untuk menghadirkan perdamaian dan kesejahteraan yang berkelanjutan di Tanah Papua,” pungkas Kurniasih.