• Info DPR

Komisi III: Permintaan Maaf Tak Cukup Atasi Rasisme dan Ujaran Kebencian

Vaza Diva | Sabtu, 13/12/2025 20:02 WIB
Komisi III: Permintaan Maaf Tak Cukup Atasi Rasisme dan Ujaran Kebencian Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Golkar, Rizki Faisal (Foto: Humas MPR)

JAKARTA - Rizki Faisal, selaku anggota Komisi III DPR RI Fraks Partai Golkar, menegaskan bahwa permintaan maaf semata tidak dapat dijadikan solusi atas tindakan rasisme dan ujaran kebencian di ruang digital.

Hal tersebut disampaikannya menanggapi dugaan ujaran kebencian bermuatan rasis terhadap suku Sunda yang diduga dilakukan oleh YouTuber Adimas Firdaus alias Resbob melalui konten digital yang beredar luas dan memicu keresahan publik.

“Ujaran kebencian yang menyerang identitas suku telah melampaui batas kebebasan berekspresi. Ini bukan lagi soal pendapat pribadi, melainkan serangan terhadap kelompok masyarakat yang dilindungi oleh hukum,” ujar Rizki Faisal dalam keterangan resminya, Sabtu (13/12).

Legislator Dapil Kepulauan Riau (Kepri) itu menegaskan bahwa tindakan tersebut dilakukan secara sadar dan melalui proses pembuatan konten yang disengaja. Oleh karena itu, menurutnya, penyelesaian kasus tidak boleh berhenti hanya pada permintaan maaf.

“Permintaan maaf tidak serta-merta menghapus proses hukum. Jika hukum dilemahkan hanya karena permintaan maaf, maka fungsi hukum sebagai penjaga keadilan dan pelindung masyarakat akan tergerus,” tegasnya.

Rizki Faisal juga mendesak Kepolisian Republik Indonesia untuk segera melakukan pendalaman kasus secara profesional, objektif, dan transparan demi menjamin kepastian hukum serta mencegah terulangnya tindakan serupa di ruang digital.

“Penegakan hukum yang tegas sangat penting sebagai bentuk kehadiran negara dalam melindungi masyarakat dari praktik rasisme dan ujaran kebencian,” katanya.

Secara hukum, Rizki Faisal menjelaskan bahwa perbuatan tersebut berpotensi dijerat Pasal 156 dan Pasal 156a KUHP terkait pernyataan yang menimbulkan kebencian atau permusuhan terhadap suatu golongan masyarakat berdasarkan suku.

Selain itu, jika disebarkan melalui media elektronik, pelaku juga dapat dikenakan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Ancaman pidana atas perbuatan tersebut berupa hukuman penjara hingga enam tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah.

“Penegakan hukum ini bukan untuk membungkam kebebasan berpendapat, melainkan untuk menjaga persatuan, keadilan, dan nilai kebhinekaan bangsa,” pungkas Rizki Faisal.