Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan. Foto: fraksi gerindra
JAKARTA - Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Bob Hasan merespons santai gugatan uji materil terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan tersebut meminta agar rakyat atau konstituen diberi kewenangan untuk memberhentikan anggota DPR. Bob menilai pengajuan judicial review merupakan hal wajar dalam negara demokrasi.
“Boleh saja, kita setiap warga negara tidak tertutup kemungkinan untuk melakukan klaim maupun juga mengajukan gugatan judicial review, itu bagus,” ujar Bob di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (20/11).
Namun demikian, Bob menegaskan bahwa yang bagus itu bukan isi gugatannya. Ia menyebut, gugatan itu merupakan dinamika yang biasa dan konstruktif.
“Ketika ada hal yang menurut pikiran dan perasaan umum rakyat Indonesia ketika ada ganjarannya bisa mengajukan gugatan judicial review. Gak ada masalah,” kata Politikus Gerindra ini.
Terkait substansi gugatan, khususnya Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 yang mengatur bahwa pemberhentian antarwaktu (PAW) anggota DPR diusulkan oleh partai politik, Bob menjelaskan bahwa mekanisme itu memang berada dalam domain partai sebagai pihak yang mengusung wakil rakyat.
“Kalau pergantian antar waktu itu kan sudah berbeda dengan dominasinya. Kalau kita bicara terkait anggota atau wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat, yang kemudian diutus menjadi parlemen atau perwakilan rakyat itu sendiri, maka ketika sudah masuk menjadi wakil rakyat, maka itu diatur oleh MD3,” jelasnya.
Atas dasar itu, Bob menilai UU MD3 sudah masuk pada domain partai politik bukan lagi domain konstituen atau pemilih di daerah pemilihan (Dapil) anggota DPR terkait.
“Nah, MD3 itu juga dimasuk bagian daripada adanya pelibatan partai politik,” tegasnya.
Saat ditanya apakah PAW bisa dilakukan melalui mekanisme pemilih langsung, Bob menyerahkan penilaiannya kepada MK.
“Itu kan, sekarang kan semua di Mahkamah Konstitusi. Itu bukan masalah bisa dan tidak bisa, akan dipertimbangkan sepanjang ada tarikannya dengan konstitusi kita UUD 1945,” tandasnya.
Sebelumnya, lima mahasiswa bernama Ikhsan Fatkhul Azis, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, Muhammad Adnan, dan Tsalis Khoirul Fatna, mengajukan uji materiil terhadap UU tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi Konstitusi (MK).
Gugatan mereka telah teregister dengan nomor perkara 199/PUU-XXIII/2025. Mereka menguji Pasal 239 ayat (2) huruf d, yang menyatakan anggota DPR dapat diberhentikan antarwaktu jika “diusulkan oleh partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Dalam petitumnya, para pemohon meminta MK menafsirkan aturan tersebut menjadi “diusulkan oleh partai politiknya dan/atau konstituen di daerah pemilihannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”