JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan upaya paksa penggelededahan di rumah dinas dan rumah pribadi Gubernur Kalimantan Barat Ria Norsan.
Penggeledahan berkaitan dengan kasus dugaan korupsi proyek jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Mempawah.
Selain itu, penyidik KPK juga turut menggeledah rumah dinas Bupati Mempawah Erlina. Erlina diketahui yang merupakan istri dari Ria Norsan.
“Benar, bahwa dalam pekan ini penyidik melakukan kegiatan penggeledahan di rumah dinas Bupati Mempawah, rumah dinas Gubernur Kalimantan Barat, dan rumah pribadi Saudara RN,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo melalui keterangan tertulis, Jumat, 26 September 2025.
Penggeledahan tersebut dilakukan penyidik untuk mencari petunjuk yang dibutuhkan guna mengungkap perkara dugaan korupsi yang menyeret Ria Norsan.
Pada hari ini, tambah dia, penyidik melanjutkan dengan pemeriksaan sejumlah saksi yang dilakukan di Polda Kalimantan Barat.
Untuk diketahui, kasus dugaan korupsi proyek jalan yang merugikan keuangan negara hingga Rp40 miliar diduga menyerat Gubernur Kalimantan Barat Ria Norsan.
KPK menyatakan sedang mendalami dugaan keterlibatan Ria Norsan. Sebab ia menjabat sebagai Bupati Mempawah selama dua periode, yakni dari tahun 2009 hingga 2018.
Salah satu yang didalami terkait pengusulan anggaran. Sebab proyek peningkatan Jalan Sekabuk–Sei Sederam dan Jalan Sebukit Rama–Sei Sederam 2015 itu menggunakan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diajukan oleh pemerintah daerah.
KPK juga telah memeriksa Ria Norsan pada Kamis, 21 Agustus 2025. Dalam pemeriksaan selama 12 jam itu, KPK mencecar peran Ria Norsan dalam kasus tersebut.
Selain memeriksa Ria Norsan, penyidik melakukan penggeledahan di 16 lokasi di Mempawah, Sanggau, dan Pontianak pada April 2025.
Jika bukti yang dikumpulkan cukup, KPK tidak menutup kemungkinan menaikkan status hukum Ria Norsan menjadi tersangka.
Sejauh ini KPK baru menetapkan tiga orang tersangka kasus dugaan korupsi proyek jalan di Kabupaten Mempawah, Kalbar.
Dari tiga tersangka, dua orang merupakan penyelenggara negara dan seorang merupakan pihak swasta. Berdasarkan informasi yang dihimpun, pihak swasta itu merujuk pada Direktur Utama PT Aditama Borneo Prima, Lutfi Kaharuddin.
Sementara dua tersangka lain merujuk pada Abdurrahman (A) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau PNS dan Idi Syafriadi (IS) selaku Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan atau PNS Kabupaten Mempawah.